Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian saat berkunjung ke Mapolda Papua Barat, sekaligus memberikan keterangan Pers tentang peristiwa penembakan warga sipil di Deiyai, Papua. TEMPO/Hans Arnold
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa paham radikalisme di Indonesia tumbuh dari sejumlah kegiatan taklim tertentu. Menurut dia perlu ada pendekatan yang lebih lunak (softapproach) dalam deradikalisasi untuk mengatasi perkembangan paham melalui kegiatan tersebut.
"Ini merupakan kenyataannya bahwa sejumlah radikalisme disebarkan melalui kegiatan taklim. Tapi jangan salah persepsi, ini hanya taklim-taklim tertentu," kata Tito Karnavian usai menghadiri acara Simposium Nasional Taruna Merah Putih di Jakarta, Senin, 14 Agustus 2017.
Pendekatannya, kata Tito, yaitu dengan semakin menguatkan ide-ide Pancasila, Islam moderat dan demokrasi. "Ketiga itu adalah kuncinya. Untuk Islam moderat contohnya Islam Nusantara kalau di Nahdatul Ulama, atau Islam berkemajuan kalau di Muhammadiyah," kata Tito.
Tito menambahkan bahwa perlu juga ada penelitian di berbagai daerah mengenai deradikalisasi. "Karena pengalaman kita, perlu model deradikalisasi yang berbeda untuk setiap daerah," ujarnya.
Direktur Eksekutif Wahid Institute, Yenny Wahid, menuturkan bahwa permasalahan lain timbul ketika aparat terlalu memberi ruang besar pada kelompok radikal. "Kita bisa lihat bagaimana ujaran kebencian bebas mengisi ruang publik, online dan offline," katanya.
Yenny juga menyinggung sejumlah pihak yang masih menginginkan adanya sistem khilafah di Indonesia. "Gak usah deh hal yang ngawang-ngawang, semua itu hanya utopia. Kita sudah sepakat demokrasi Pancasila, karena itu yang paling terbaik," ujarnya.