Belasan calon peserta umroh memaksa masuk ke ruang pengurus First Travel di GKW Green Tower, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis 27 Juli 2017. Mereka meminta kepastian jadwal keberangkatan maupun prosedur pengembalian uang 100 persen. TEMPO/ Nur Qolbi (magang)
TEMPO.CO, Jakarta -- Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahaq mengatakan ada 70 ribu jemaah yang membayar dan masuk daftar keberangkatan biro umroh PT First Anugerah Karya Wisata Travel. Namun yang belum diberangkatkan oleh First Travel diperkirakan 35 ribu jemaah umroh.
"Jumlah jemaah yang sudah mendaftar dan membayar itu 70 ribu orang dan hanya 35 rb yang berangkat. Sisanya 35 ribu jemaah tidak bisa berangkat dengan berbagai alasan," kata Herry di kantor Bareskrim, Jakarta Kamis 10 Agustus 2017.
Herry menjelaskan kasus ini berawal dari laporan 13 orang yang mengaku sebagai agen First Travel. Modus operandinya, kata dia, First Travel menawarkan paket  perjalanan umroh berbagai paket. "Paket 1 disebut paket promo umroh, kedua paket reguler, dan ketiga paket VIP," ujarnya.
Herry bercerita animo masyarakat yang besar membuat First Travel merekrut agen yang berperan merekrut jamaah. Jumlahnya mencapai 1.000 agen. "Namun agen yang aktif hanya 500 agen," ujarnya. Dengan banyaknya jemaah yang berminat, Herry mengatakan First Travel mulai menemui hambatan.
Ia menyebutkan beberapa paket promosi yang ditawarkan First Travel dengan harga R 14,3 juta per jamaah dengan paket reguler Rp 25 juta dan paket VIP Rp 54 juta. "Kalau hitung kerugian, Rp 14,3 juta dikali 35 ribu maka kerugian mencapai Rp 550 miliar," ujarnya.
Dua pemilik PT. First Anugerah Karya Wisata atau First Travel Andika Surahman dan Annisa Devitasari Hasibuan ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan penggelapan penyelenggaraan haji dan umroh. Keduanya adalah pasangan suami-istri.
Kementerian Agama secara resmi menjatuhkan sanksi administrasi pencabutan izin operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Dasarnya, Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per 1 Agustus 2017.