Pengamat: SBY-Prabowo Bertemu, Peta Politik Mengulangi 2014
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Jumat, 28 Juli 2017 08:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau disapa SBY dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Cikeas Kamis malam, 27 Juli 2017, disebut sebagai sinyal kuat peta pemilihan presiden 2019 merupakan pengulangan 2014.
“Kami melihat Jokowi sebagai petahana hari ini akan menghadapi penantang yang sama, yaitu Prabowo Subianto,” ujar Direktur Komunikasi dan Peneliti Indopolling Network Jakarta, Wempy Hadir, dalam keterangan tertulis, Kamis.
Baca: Hasil Lengkap Pertemuan Prabowo dan SBY di Cikeas
Wempy mengatakan secara politik SBY dan Prabowo terbelah dalam dua poros. Pertama, poros Presiden Jokowi, yang saat ini memiliki modal dukungan dari enam partai politik, yakni PDI Perjuangan 18,95 persen, Partai Golkar 14,75 persen, PKB 9,04 persen, PPP 6,53 persen, NasDem 6,72 persen, dan Hanura 5,26 persen, dengan total dukungan 61,25 persen.
Adapun poros kedua ialah kelompok partai yang dimotori Prabowo, yaitu Partai Gerindra 11,81 persen, Demokrat 10,19 persen, PAN 7,59 persen, dan PKS 6,79 persen, sehingga total dukungan mencapai 36,38 persen. “Dari dukungan politik menggambarkan Jokowi memiliki mayoritas dukungan secara politik dibandingkan dengan poros Prabowo.”
Lihat: Bertemu SBY, Prabowo: Presidential Threshold Lelucon Politik
Namun, menurut Wempy, konstalasi politik nasional sangat dinamis mengingat pilpres masih cukup lama. Jadi ruang komunikasi antarpartai masih sangat terbuka. “Bisa saja poros Demokrat melakukan konsolidasi dengan beberapa partai yang ada di kubu poros Jokowi sehingga membentuk poros baru,” katanya.
Dia menyimpulkan masih ada peluang untuk membentuk poros baru di antara dua poros yang ada saat ini, yaitu poros Jokowi dan Prabowo. Di sisi lain, ujar Wempy, Prabowo dan SBY akan berhitung ulang untuk membuat poros masing-masing.
Sebab, ketika masing-masing membuat poros sendiri, akan memudahkan petahana meraih dukungan publik. Wempy menambahkan, salah satu syarat untuk melawan Jokowi adalah dengan melakukan perlawanan head-to-head, sehingga akan memudahkan kanalisasi dukungan suara.
Lihat: Prabowo dan SBY Sepakat Uji Materi UU Pemilu ke MK
“Bagi yang puas dengan kinerja Jokowi, tentu akan mendukungnya untuk periode yang kedua, sedangkan yang merasa tidak puas, punya alternatif untuk memilih calon baru,” ujarnya.
Wempy melanjutkan, jika kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di atas 50 persen, akan sangat sulit dilawan Prabowo dan SBY. “Terkecuali ada peristiwa politik yang luar biasa terjadi.”
GHOIDA RAHMAH