Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD usai mengunjungi Penyidik KPK Novel Baswedan di rumah sakit Jakarta Eyes Center di Menteng, Jakarta Pusat, 11 April 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan bergulirnya hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi tidak tepat. Sebabnya, kata Mahfud, pengajuan hak angket oleh DPR harus menyasar pemerintah sebagai lembaga eksekutif.
Mahfud MD mengacu kepada Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) bahwa hak angket hanya dapat menyasar pemerintah dan lembaga pembuat kebijakan. "Dalam konsep ini saya ingin mengatakan KPK itu bukan pemerintah," kata Mahfud dalam rapat bersama Pansus Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 18 Juli 2017.
Mahfud menjelaskan posisi KPK yang berada independen dan di luar pemerintah ditunjukkan melalui pimpinan KPK yang tidak diangkat langsung oleh presiden. "Tapi diresmikan dengan Keppres (keputusan presiden)," ujar Mahfud. Ini sama dengan beberapa lembaga yudikatif seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Karenanya, Mahfud menjelaskan posisi komisioner lembaga antirasuah ini tak bisa digeser oleh Presiden sebelum masa jabatannya habis atau meninggal. Ia berpendapat KPK menjalankan fungsi yudikatif yang memiliki kekuasaan kehakiman. "Sangat salah jika KPK dikatakan koasi eksekutif. Kalau mau dikoasikan KPK itu koasi yudisial," ujarnya.
Ia merujuk juga pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Mahfud menjelaskan pasal 38 ayat 2 menyebut penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terkait dengan kekuasaan kehakiman. "Enggak ada satu pun tugas di KPK yang bersifat kepemerintahan," kata dia.
Mahfud MD pun berkesimpulan bahwa KPK tak dapat menjadi sasaran bergulirnya hak angket. Sebab, ia tak berada pada kewenangan eksekutif dan legislatif, tetapi dekat dengan kewenangan kehakiman. "Menurut apa yang saya anut, KPK enggak bisa diawasi dengan angket," ujarnya.