Ketua DPR Setya Novanto seusai menjalani pemeriksaan terkait kasus E-KTP di gedung KPK, Jakarta, 10 Januari 2017. KPK mengaku memiliki bukti bahwa Ketua DPR ini berupaya menghapus fakta dengan meminta sejumlah saksi merahasiakan informasi. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto sebagai tersangka dalam dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya telah menemukan dua bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status politikus Golkar itu menjadi tersangka.
"SN (Setya Novanto) melalui AA (Andi Agustinus) diduga memiliki peran, baik dalam proses perencanaan, pembahasan anggaran di DPR, maupun pengadaan barang dan jasa, dalam proyek e-KTP," katanya di gedung KPK, Senin, 17 Juli 2017.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menjelaskan, ada banyak bukti yang sudah diajukan KPK di persidangan dua terdakwa e-KTP, yakni Irman dan Sugiharto. Setelah dianalisis, dari berbagai barang bukti itu, ada yang bisa dijadikan bukti permulaan untuk menaikkan status Setya menjadi tersangka.
"Dua alat bukti itu bisa dari keterangan saksi, bukti surat, keterangan ahli, termasuk petunjuk dalam keterangan terdakwa," ujarnya.
Febri menyebutkan bukti yang telah diajukan ke persidangan e-KTP berasal dari lebih dari 100 saksi dan ribuan bukti surat. "Ada lebih dari 6.000 alat bukti," ucapnya.
Setya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan karena jabatannya. Perbuatannya mengakibatkan negara rugi Rp 2,3 triliun.
Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.