Radikalisme di Kampus Dianggap Belum Nyata, Potensinya...
Editor
Elik Susanto
Sabtu, 15 Juli 2017 05:16 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menyatakan, masalah radikalisme di kampus belum terlihat nyata. Namun, potensi radikalisme di kampus sangat tinggi. “Karena kampus kumpulan anak muda, tempat pengembangan ilmu pengetahuan. Kampus adalah masyarakat ilmiah,” kata Nasir di sela acara Deklarasi Anti Radikalisme Perguruan Tinggi di Jawa Barat di Grha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat, 14 Juli 2017.
Menurut Nasir, tujuan deklarasi untuk mewaspadai jangan sampai kampus menjadi pusat radikalisme baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Potensi radikalisme harus ditangkal dengan materi pemahaman Pancasila secara baik. “Pengembangan ilmu pengetahuan silakan dikembangkan semuanya, karena kampus adalah masyarakat ilmiah,” ujarnya.
Baca juga: Ketua PBNU: Lebih Ringan Pornografi Dibanding Radikalisme
Kampus, menurut Nasir, harus tetap menjaga empat pilar kebangsaan yaitu kesatuan Republik Indonesia, Pancasila sebagai ideologi, Undang-undang Dasar, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pengawasan gerakan radikalisme di kampus, menurut Nasir, berada di tangan rektor masing-masing.
“Rektor adalah seorang CEO (pejabat eksekutif tertinggi), yang bertanggung jawab pada lembaga itu,” kata dia. Rektor harus memahami kondisi dan dinamika yang terjadi di kalangan dosen maupun mahasiswa. Pegawai atau dosen radikal yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar, kata Nasir, bisa dikenai sanksi sesuai Peraturan Pemerintah tenag disiplin pegawai.
Simak juga : Marak Radikalisme, Pemuda Buleleng: Pancasila Sudah Harga Mati
Cara lain, menurut Nasir, berdasarkan pengalaman kasus sebelumnya, dosen yang mengancam mahasiswa agar masuk ke kelompoknya yang dinilai radikal, diberikan bimbingan oleh kampus. Dosen seperti itu masih bisa diperkenankan mengajar tapi dilarang memberi nilai. “Mereka harus kembali ke jalan yang lurus sesuai nilai kebangsaan,” kata Nasir.
Rektor Institut Pertanian Bogor Herry Suhardiyanto mengatakan, pendalaman potensi radikalisme penting di setiap kampus, seperti dosen juga fakultas tempatnya mengajar. “Rektor harus paham. Perlu pendekatan ke mereka, dalami jangan sampai muncul tindakan radikal,” kata dia di Bandung.
ANWAR SISWADI