JK Sebut Dua Kebijakan Buat Indonesia Tertinggal dari Negara Lain

Reporter

Rabu, 12 Juli 2017 17:35 WIB

Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla memberi sambutan sekaligus membuka kegiatan Bersih-bersih 1001 Masjid di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta 3 April 2017. Kegiatan ini difasilitasi Unilever dan Dewan Masjid Indonesia. TEMPO/Amston Probel

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan ketertinggalan ekonomi Indonesia dibanding negara lain bukan soal Pancasila atau bukan Pancasila. Ketertinggalan tersebut lebih disebabkan pada dua kesalahan kebijakan.

"Pertama, kita kehilangan banyak karena kebijakan yang tidak sesuai, karena mengikuti alur pikir yang saat itu dinilai paling benar," kata JK dalam simposium nasional yang digelar Majelis Permusyawaratan Rakyat di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017.

Baca juga:
Jusuf Kalla: Tak Ada Istilah Buntu Bahas RUU

Kalla mencontohkan pengalaman krisis yang terjadi pada 1997-1998. Menurut dia, dampak krisis yang menyebabkan kerugian sangat besar itu dimulai karena Indonesia menganut paham liberalisme. "Waktu itu paham itu terjadi, jadi kita ini terlalu mudah mengikuti paham," kata Kalla.

Paham liberalisme ini membuat kebijakan ekonomi mengalami deregulasi, misalnya di sektor perbankan. Semua orang bisa membikin bank hanya dengan aset Rp 2,5 milir. Ini membuat jumlah perbankan melonjak menjadi 250 bank.

Baca pula:
Ini Harapan Jusuf Kalla di Pertemuan G20

Jumlah itu membuat pemerintah merasa bangga. Di sisi lain, para bank saling bersaing dengan meningkatkan bunga yang tinggi sehingga mengalami kredit macet. Puncak kesalahan kebijakan terjadi saat pemerintah menjamin semua bank dengan blanked guarantee dan BLBI. Ini dilakukan saat pemerintah menuruti saran IMF saat mengucurkan pinjaman saat krisis terjadi.

Saat itu, pemerintah harus mengeluarkan Rp 600 triliun. "Kalau diukur dengan bunganya dan nilai saat ini, jumlah itu nilainya setara bisa sampai Rp 3.000 triliun," kata Kalla.

Silakan simak:
Jusuf Kalla: Negara Kuat Didukung Para Pengusaha Kuat

Kedua, adalah kesalahan kebijakan subsidi energi dengan nilai yang sangat besar dengan tujuan membantu rakyat kecil. Pada 2013-2014 saja, nilai subsidi hampir mencapai Rp 400 triliun atau sekitar 25-30 persen dari seluruh anggaran pada waktu itu. Namun penikmat terbesar subsidi justru bukan rakyat kecil.

Dua kebijakan yang keliru itu telah menghabiskan ongkos Rp 6 ribu triliun. Jumlah uang itu, kata JK, sama dengan nilai uang untuk membangun infrastruktur selama 25 tahun. "Itu tidak jatuh ke rakyat, tapi ke orang yang punya uang, sehingga terjadilah gini ratio yang tinggi. Orang mampu makin mampu, orang miskin tidak naik pangkatnya," kata Kalla.

AMIRULLAH SUHADA

Berita terkait

Jusuf Kalla Sebut Akar Konflik di Papua karena Salah Paham

7 hari lalu

Jusuf Kalla Sebut Akar Konflik di Papua karena Salah Paham

Menurut Jusuf Kalla, pandangan masyarakat Papua seakan-akan Indonesia merampok Papua, mengambil kekayaan alamnya.

Baca Selengkapnya

Laba JPMorgan Chase Pada Triwulan pertama 2024 Rp 216,3 Triliun, Ini Profil Perusahaan yang Berdiri Sejak 1872

17 hari lalu

Laba JPMorgan Chase Pada Triwulan pertama 2024 Rp 216,3 Triliun, Ini Profil Perusahaan yang Berdiri Sejak 1872

Berikut profil JPMorgan Chase yang alami kenaikan 6 persen dalam triwulan pertama 2024 setara Rp 216,3 triliun. Usia perusahaan ini sudah 152 tahun.

Baca Selengkapnya

Usai Salat Id di Masjid Al Azhar, JK Terima Kunjungan Tokoh di Rumahnya Besok

23 hari lalu

Usai Salat Id di Masjid Al Azhar, JK Terima Kunjungan Tokoh di Rumahnya Besok

Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) akan merayakan hari raya Idul Fitri 1445 H atau 2024 M di Jakarta. Rencananya, JK juga akan menerima kunjungan para kolega di kediaman pribadinya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan.

Baca Selengkapnya

Tolak Munas Golkar Dipercepat, Jusuf Kalla: Harus Desember, Kalau Dipercepat Munaslub Namanya

43 hari lalu

Tolak Munas Golkar Dipercepat, Jusuf Kalla: Harus Desember, Kalau Dipercepat Munaslub Namanya

Jusuf Kalla menolak Munas Golkar dipercepat. Menurut dia, Munas Golkar sudah ditetapkan pada Desember 2024.

Baca Selengkapnya

Jelang Pengumuman Rekapitulasi Pemilu, Anies dan Muhaimin Buka Puasa di Rumah JK

43 hari lalu

Jelang Pengumuman Rekapitulasi Pemilu, Anies dan Muhaimin Buka Puasa di Rumah JK

Anies dan Muhaimin akan menghadiri undangan buka puasa bersama JK sore ini. Menurut Timnas Amin ini adalah undangan terbatas JK ke beberapa tokoh.

Baca Selengkapnya

Sudirman Said Sebut Bahas Hak Angket saat Bertemu JK dan Hasto PDIP di UI

54 hari lalu

Sudirman Said Sebut Bahas Hak Angket saat Bertemu JK dan Hasto PDIP di UI

Menurut Said, JK tak mau ada beban politik di pemerintahan selanjutnya. JK tak mau beban ekonomi dan politik digabungkan.

Baca Selengkapnya

Apa Dasar JK Sebut Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah Indonesia?

54 hari lalu

Apa Dasar JK Sebut Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah Indonesia?

Menurut JK, Pemilu 2024 sudah diatur oleh pemerintah dan orang-orang tertentu. Sehingga ia menilai Pemilu 2024 sebagai pemilu yang terburuk dalam sejarah demokrasi Indonesia sejak 1955.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla Sebut Pemilu 2024 Terburuk, Mahfud Md: Pandangan Negarawan

55 hari lalu

Jusuf Kalla Sebut Pemilu 2024 Terburuk, Mahfud Md: Pandangan Negarawan

Mahfud Md mengatakan pernyataan Jusuf Kalla terkait Pemilu 2024 sebagai Pemilu terburuk sebagai pandangan seorang negarawan.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla Beri Catatan Soal Pemilu 2024, APBN Program Makan Siang Gratis, Bansos, dan Hak Angket DPR

55 hari lalu

Jusuf Kalla Beri Catatan Soal Pemilu 2024, APBN Program Makan Siang Gratis, Bansos, dan Hak Angket DPR

Jusuf Kalla atau JK mengomentari berbagai soal dalam Pemilu 2024, APBN makan siang gratis, hingga usung hak angket untuk indikasi kecurangan pemilu.

Baca Selengkapnya

JK Sebut Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah Indonesia

55 hari lalu

JK Sebut Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah Indonesia

JK menilai solusinya yang terbaik adalah mengklarifikasi mengenai kecurangan dan tidak transparannya pemilu tahun 2024.

Baca Selengkapnya