Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla memberi sambutan sekaligus membuka kegiatan Bersih-bersih 1001 Masjid di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta 3 April 2017. Kegiatan ini difasilitasi Unilever dan Dewan Masjid Indonesia. TEMPO/Amston Probel
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan ketertinggalan ekonomi Indonesia dibanding negara lain bukan soal Pancasila atau bukan Pancasila. Ketertinggalan tersebut lebih disebabkan pada dua kesalahan kebijakan.
"Pertama, kita kehilangan banyak karena kebijakan yang tidak sesuai, karena mengikuti alur pikir yang saat itu dinilai paling benar," kata JK dalam simposium nasional yang digelar Majelis Permusyawaratan Rakyat di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017.
Kalla mencontohkan pengalaman krisis yang terjadi pada 1997-1998. Menurut dia, dampak krisis yang menyebabkan kerugian sangat besar itu dimulai karena Indonesia menganut paham liberalisme. "Waktu itu paham itu terjadi, jadi kita ini terlalu mudah mengikuti paham," kata Kalla.
Paham liberalisme ini membuat kebijakan ekonomi mengalami deregulasi, misalnya di sektor perbankan. Semua orang bisa membikin bank hanya dengan aset Rp 2,5 milir. Ini membuat jumlah perbankan melonjak menjadi 250 bank.
Jumlah itu membuat pemerintah merasa bangga. Di sisi lain, para bank saling bersaing dengan meningkatkan bunga yang tinggi sehingga mengalami kredit macet. Puncak kesalahan kebijakan terjadi saat pemerintah menjamin semua bank dengan blanked guarantee dan BLBI. Ini dilakukan saat pemerintah menuruti saran IMF saat mengucurkan pinjaman saat krisis terjadi.
Saat itu, pemerintah harus mengeluarkan Rp 600 triliun. "Kalau diukur dengan bunganya dan nilai saat ini, jumlah itu nilainya setara bisa sampai Rp 3.000 triliun," kata Kalla.
Kedua, adalah kesalahan kebijakan subsidi energi dengan nilai yang sangat besar dengan tujuan membantu rakyat kecil. Pada 2013-2014 saja, nilai subsidi hampir mencapai Rp 400 triliun atau sekitar 25-30 persen dari seluruh anggaran pada waktu itu. Namun penikmat terbesar subsidi justru bukan rakyat kecil.
Dua kebijakan yang keliru itu telah menghabiskan ongkos Rp 6 ribu triliun. Jumlah uang itu, kata JK, sama dengan nilai uang untuk membangun infrastruktur selama 25 tahun. "Itu tidak jatuh ke rakyat, tapi ke orang yang punya uang, sehingga terjadilah gini ratio yang tinggi. Orang mampu makin mampu, orang miskin tidak naik pangkatnya," kata Kalla.
Usai Salat Id di Masjid Al Azhar, JK Terima Kunjungan Tokoh di Rumahnya Besok
23 hari lalu
Usai Salat Id di Masjid Al Azhar, JK Terima Kunjungan Tokoh di Rumahnya Besok
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) akan merayakan hari raya Idul Fitri 1445 H atau 2024 M di Jakarta. Rencananya, JK juga akan menerima kunjungan para kolega di kediaman pribadinya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan.
Apa Dasar JK Sebut Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah Indonesia?
54 hari lalu
Apa Dasar JK Sebut Pemilu 2024 Terburuk dalam Sejarah Indonesia?
Menurut JK, Pemilu 2024 sudah diatur oleh pemerintah dan orang-orang tertentu. Sehingga ia menilai Pemilu 2024 sebagai pemilu yang terburuk dalam sejarah demokrasi Indonesia sejak 1955.