Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (kedua kiri) dikawal petugas memasuki gedung KPK, Jakarta, 20 Juni 2017. Tim satuan Petugas (Satgas) KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti dan istrinya Lily Martiani Maddari serta dua orang pengusaha di bidang kontraktor dan satu kepala dinas terkait salah satu proyek di Bengkulu. TEMPO/Eko Siswono Toyudh
TEMPO.CO, Jakarta - KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti sebagai tersangka kasus dugaan suap, setelah istrinya Lily Martiani Maddari tertangkap tangan menerima suap dari dua kontraktor. KPK akan menuntut Ridwan Mukti dengan Pasal 11 dan Pasal 12 Undang-Undang Tipikor.
Wakil ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, dapat disimpulkan adanya tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait fee proyek. "KPK menetapkan empat orang tersangka yaitu RM, LMM, dan RDS sebagai penerima dan JAW sebagai pemberi," ujar Alexander di kantor KPK, Rabu, 21 Juni 2017.
JAW disangkakan melanggar passal 13 Undang-Undang Tipikor tentang pemberian suap dengan hukuman maksimal 3 tahun.
Sedangkan pasal yang disangkakan kepada RDS, RM, dan LMM, adalah pelanggaran pasal 12 atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 junto pasal 55 ayat 31. Di pasal 12, jika terbukti melanggar Ridwan bisa dijatuhi hukuman 20 tahun.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya Lily Martiani Maddari tertangkap tangan oleh KPK sedang menerima uang sebesar Rp 1 miliar dan Rp 260 juta dari RDS (pengusaha) di rumahnya.