Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kiri) bersama Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kiri) bersiap memberikan konferensi pers OTT pejabat Bakamla di Gedung KPK, Jakarta, 15 Desember 2016. Dalam OTT ini disita uang pecahan dolar AS dan dolar Singapura senilai Rp 2 miliar. ANTARA/Hafidz Mubarak A
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo membeberkan rencana KPK meminta masukan ahli hukum tata negara untuk merespons pembentukan panitia khusus hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat. "Dalam dua hari ini kami akan kumpulkan ahli hukum tata negara," ujar Agus saat ditemui di Kejaksaan Agung pada Senin, 12 Juni 2017.
Menurut Agus KPK butuh masukan dari sejumlah ahli, termasuk ahli hukum tata negara dan ahli hukum pidana. Namun ia tak bersedia menyebutkan siapa saja ahli hukum yang akan dimintai masukan oleh KPK.
Masukan diperlukan bagi KPK dalam waktu dekat untuk membantu lembaga pemburu koruptor itu dalam menentukan sikap. "Nanti akan kita diskusikan untuk menentukan sikap," kata dia.
Agus mengatakan belum menentukan sikap datang atau tidak jika dipanggil oleh panitia khusus hak angket DPR. Saat ditanya wartawan apakah KPK akan menolak hak angket, Agus hanya berseloroh,"Senengane kok dibenthukkan saja (sukanya kok dibenturkan saja)."
Namun Agus telah mengisyaratkan penolakan hak angket melalui permohonan agar Presiden Joko Widodo bersikap sebagai eksekutif. Ia sebelumnya menunggu suara dari para eksekutif. KPK juga perlu mempersiapkan diri sebelum akhirnya nanti DPR meminta keterangan KPK. "Kami masih evaluasi dulu, mengumpulkan ahli, membuat kajian, dan menentukan sikap," kata dia.
Sebelumnya Juru Bicara, Febri Diansyah juga mempertanyakan dasar hukum hak angket dan tafsir Undang-Undang MD3. DPR telah menunjuk politikus Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa sebagai ketua pansus hak angket untuk meminta keterangan KPK soal pengusutan kasus korupsi proyek e-KTP.