Tata Kelola Pemerintah Kalimantan Selatan, KPK: Masih Serampangan
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Kamis, 18 Mei 2017 12:19 WIB
TEMPO.CO, Banjarmasin - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tata kelola Provinsi Kalimantan Selatan yang masih serampangan. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyoroti perencanaan, pengelolaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan perizinan di 13 kabupaten/kota se-Kalimantan Selatan.
Menurut Saut, ketaatan anggota legislatif dalam melaporkan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) masih rendah. Di Kalimantan Selatan, kata Saut, hanya 15 persen anggota legislatif yang sudah melaporkan LHKPN.
Adapun kepatuhan pejabat aparatur sipil negara sudah menyentuh level 70 persen. Saut memastikan KPK terus berkomitmen membenahi tata kelola yang berkelanjutan dan bebas intervensi di Kalimantan Selatan.
Baca: Pemerintah Akan Mempercepat Penerapan Aplikasi E-Government
“Kepatuhannya sangat rendah, perlu upaya lebih sistematis dan strategis untuk meningkatkan kepatuhan pelaporan LHKPN DPRD,” kata Saut di sela rapat koordinasi dan supervisi KPK di kantor Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis, 18 Mei 2017.
KPK turut menyoroti izin usaha pertambangan (IUP). Terhitung sampai 2 Mei 2017, KPK menemukan ada 351 IUP non-clean and clear dari 789 IUP di Kalimantan Selatan. Mengutip kajian KPK pada 2016, terdapat tumpang tindih hak guna usaha sebanyak 228.631 hektare di izin pertambangan, 89.973 hektare di IUPHHK-HTI, 21.213 hektare IUPHHK-HA, dan 71.080 hektare di kubah gambut.
“Lama-lama Kalimantan Selatan ini jadi gurun, lubang di mana-mana. Kekuatan besar yang tidak mau mengubah dan menghantui Bapak-bapak, akan kami kejar. Kami harus hentikan, kalau memang ketemu, kami adili,” ujar Saut.
Simak: Tjahjo Kumolo: Ada Sanksi bagi Daerah yang Hambat e-Government
Ia meminta tumpang tindih perizinan dan IUP non-CNC segera diselesaikan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. “Lingkungan kita habis, tidak ada daya saing, dan tidak ada kesejahteraan,” kata Saut.
Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Resnawan membenarkan masih ada sengkarut tata kelola pemerintahannya. Menurut Rudy, perlu upaya sinergitas memperkuat transparansi dan pengawasan internal pada lingkup pemerintahan daerah se-Kalimantan Selatan.
Rudy menambahkan, supervisi merupakan upaya penting mencegah budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. “Ini peringatan dini bahwa kami perlu perbaikan lagi di bidang pelayanan publik, perencanaan, dan penganggaran. Perlu komitmen yang kuat antar-pimpinan di Kalimantan Selatan,” katanya.
Lihat: Yogyakarta Wajibkan Transaksi di Atas Rp 5 Juta Nontunai
Koordinator Subpencegahan KPK Tri Gamarefa menemukan fakta carut-marutnya tata kelola pemerintahan di 13 kabupaten/kota se-Kalimantan Selatan. Tri mengaku telah menelisik pola perencanaan, pengelolaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan perizinan. Ia menemukan belum ada sinkronisasi antara penganggaran, perencanaan, dan rangkap jabatan di unit pelayanan pengadaan.
“Selain itu, tugas pemerintahan daerah belum didukung SDM dan tunjangan tambahan penghasilan belum berbasis beban kerja. Kami minta penggunaan dana desa harus ada keberpihakan ke masyarakat, BUMDes bisa dimanfaatkan meningkatkan kesejahteraan,” ujar Tri.
DIANANTA P. SUMEDI