Biksu dibantu panitia menata bunga altar di Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, 10 Mei 2017. Persiapan tersebut dilakukan untuk menyambut rangkaian ritual menjelang detik-detik hari raya Waisak 2561 BE/2017. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Magelang - Ribuan umat Buddha mengikuti detik-detik Waisak di pelataran Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Kamis, 11 Mei 2017, pukul 04.42.09. Detik-detik Waisak ditandai dengan pemukulan lonceng tiga kali, pemercikan air berkah paritta jayanto, dan umat bersikap anjali.
Ia mengatakan umat Buddha harus menyadari hakikat ke-Buddha-an dan menyerapnya, berjuang untuk mengembangkan hati Buddha, dan potensi ke-Buddha-an dalam diri masing-masing. "Jangan mengabaikan dan menelantarkan hakikat ke-Buddha-an. Guru Agung Sang Buddha hanya mengajar dan menyadarkan, tapi pengembangan dan praktik berpulang pada individual masing-masing. Berjuanglah dengan penuh semangat untuk meraih pencerahan dan mahabudi," katanya.
Biksu Wongsin Labhiko dalam tuntunan sebelum meditasi Waisak menuturkan kehidupan tidak cukup dengan keinginan dan waktu tidak cukup bagi kebutuhan. Dunia ini tidak ada persoalan bagi orang yang bijaksana. Simak pula:Hari Raya Waisak, 678 Narapidana Beragama Buddha Terima Remisi
"Dunia ini tidak ada persoalan apabila belajar mengetahui kenyataan bahwa sesungguhnya dunia ini berkondisi tidak kekal adanya," ujarnya. Karena itu, kata dia, jangan terlalu lekat dengan sesuatu. "Bahagia dan derita berbeda perasaan manusia. Menderita karena melekat, bahagia karena lepas. Itulah jalan Buddha."
Perayaan Waisak 2561 BE/2017 di Candi Borobudur ditutup dengan ritual pradaksina oleh para biksu dan umat dengan mengelilingi candi tiga kali searah jarum jam.