Kasus BLBI, Syafruddin Tumenggung Dituding Paksakan Status Lunas
Editor
Rina Widisatuti
Rabu, 26 April 2017 10:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus dugaan korupsi dalam penerbitan surat keterangan lunas bagi obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Tumenggung, dituding mengabaikan rekomendasi timnya di Badan Penyehatan Perbankan Nasional agar menyeret pemilik PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, ke pengadilan.
Syafruddin diduga memaksakan penerbitan keterangan lunas untuk Sjamsul meski piutang negara masih tersisa Rp 3,7 triliun. "Tersangka mengusulkan restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset BDNI kepada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional)," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Panjaitan, Selasa, 25 April 2017.
Baca: Syafruddin Tumenggung Tersangka BLBI, Sjamsul Nursalim Dibidik
Basaria menjelaskan, kasus ini bermula ketika Syafruddin memimpin BPPN pada April 2002. Saat itu, BPPN sedang menagih utang sejumlah bank penerima BLBI di era krisis keuangan 1997-1998. Khusus terhadap utang BDNI, tim BPPN sebenarnya telah memutuskan menyeret Sjamsul ke jalur litigasi. Pasalnya, nilai aset yang diserahkan Syamsul lebih rendah Rp 4,75 triliun dibanding sisa utang Rp 27,4 triliun.
Dua bulan setelah menjabat, kata Basaria, Syafruddin mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah penyelesaian kewajiban obligor dari litigasi menjadi restrukturisasi. Usul itu pun disetujui, yang belakangan hasilnya hanya menambah pembayaran Rp 1,1 triliun dalam bentuk tagihan ke sejumlah petani tambak Dipasena Lampung, yang berutang ke BDNI.
Alih-alih mengejar kekurangan Rp 3,7 triliun, Syafruddin justru mengeluarkan surat keterangan lunas untuk Sjamsul. "Sehingga ada indikasi kerugian negara dari kewajiban yang tidak dibayarkan itu," ucapnya.
Baca: KPK Teruskan Penyelidikan BLBI, Sudah Klarifikasi Kwik Kian Gie
Pelunasan tersebut didasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputri saat itu. Keterangan lunas tak hanya diberikan kepada Sjamsul, tapi juga kepada sejumlah obligor BLBI lain, salah satu yang terbesar adalah pemilik BCA, Anthony Salim, senilai Rp 52,7 triliun.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, memastikan pengusutan dugaan korupsi dalam penerbitan SKL BLBI tidak berhenti pada BDNI. KPK mencermati penerbitan SKL serupa untuk periode 2003-2004 kepada Salim (BCA), Mohammad "Bob" Hasan (Bank Umum Nasional), Sudwikatmono (Bank Surya), dan Ibrahim Risjad (Bank Risjad Salim Internasional). Kekurangan utang bank yang sebagian besar telah bubar—menyisakan BCA—itu berkisar Rp 25-500 miliar. "Pengembangan kasus itu pasti ada. Namun, sementara ini, kami bekerja dulu berdasarkan fakta-fakta yang ada," ujarnya.
Syafruddin belum dapat dimintai konfirmasi atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK. Begitu pula mantan pengacaranya, Amir Syamsudin.
Simak pula: Pengamat Hukum: Kasus BLBI Rumit, Semoga KPK Bisa Tuntaskan
Adapun pengacara Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail, mengatakan urusan utang BLBI sudah diselesaikan kliennya lewat pemberian surat keterangan lunas. "Saya minta semua menghormati keputusan yang dibuat pemerintahan sebelumnya," katanya.
INDRI MAULIDAR | HUSSEIN ABRI