Proyek pembuatan kartu tanda penduduk elektronik, e-KTP, dirancang menjadi bancakan politikus Senayan dan pejabat Kementerian Dalam Negeri jauh hari sebelum tender dilaksanakan. Dalam dakwaan Irman dan Sugihartodua pejabat Kementeriandalam perkara rasuah terbesar yang pernah diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi ini termaktub jelas mereka yang diduga menerima uang haram dari proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. Mereka semua membantah.
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi menuntaskan perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). “Serahkan ke KPK saja. Sudah, titik, enggak pakai tambah," kata Zulkifli di Istana Kepresidenan, Selasa, 14 Maret 2017.
Zulkifli menganggap KPK sebagai pihak yang tepat menyelesaikan perkara korupsi e-KTP. Karena itu, ia memutuskan mempercayakan pengusutan perkara tersebut kepada KPK. "Enggak ada urusan sama yang lain."
Sebagaimana diberitakan, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengajukan hak angket atas pengusutan perkara e-KTP oleh KPK. Pertimbangannya adalah adanya potensi konflik kepentingan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.
Fahri berujar, saat masih menjadi Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Agus berkonflik dengan Kementerian Dalam Negeri dalam proses pengadaan e-KTP. Sebab, Agus mendukung konsorsium lain yang kalah dalam tahap pengadaan e-KTP.
Bagi Fahri, meledaknya perkara e-KTP beberapa pekan terakhir ini sudah diniatkan Agus. Ia merasa Agus memiliki rencana tertentu di balik pengusutan perkara e-KTP. Karena itu, Fahri mendukung penggunaan hak angket, bahkan pencopotan Agus sebagai Ketua KPK.