Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto (kiri) dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman saat menjalani sidang pembacaan dakwaan atas kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun 2011-2012 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 9 Maret 2017. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan proram KTP elektronik menghadapi problem besar akibat perkara korupsi. Korupsi membuat sistem yang ingin dibangun menjadi kacau. "Sekarang sistemnya menjadi bubrah semua gara-gara anggarannya dikorupsi," kata Presiden, Sabtu, 11 Maret 2017, seusai menghadiri pembukaan pameran mebel di JIExpo, Kemayoran, Jakarta.
Menurut Presiden, jika saja program e-KTP terlaksana dengan benar, masalah keadministrasian akan terselesaikan. Seperti urusan paspor, SIM, perpajakan, urusan di perbankan, Pilkada, hingga Pilpres. "Semuanya kalau sistem yang dibangun ini benar, ini sudah rampung."
Korupsi, kata Presiden, membuat proyek KTP elektronik itu terkendala. Misalnya kekurangan blanko, dan keterlambatan pelaksanaan di sejumlah daerah. Ini tak lain akibat pejabat di Kementerian Dalam Negeri menjadi ragu-ragu mengambil tindakan. "Di Kemendagri sekarang ini semuanya juga ragu-ragu. Resah melakukan sesuatu karena juga takut." Bahkan, ada 32 pejabat Kemendagri yang bolak-balik dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi.
Presiden meminta maaf jika banyaknya kendala membuat proyek e-KTP terhambat. "Kami mohon maaf, karena masih ada problem-problem seperti ini." Proyek senilai hampir Rp6 triliun ini, kata Presiden, pada akhirnya hanya mengubah KTP yang dulunya kertas, sekarang plastik. "Hanya itu saja. Sistemnya lupakan."
Perkara korupsi e-KTP melibatkan sejumlah nama-nama besar. Selain pejabat di Kemendagri, kasus ini melibatkan sejumlah nama-nama pejabat yang pernah duduk di Komisi II DPR yang menangani pemerintahan dalam negeri.