Pasangan calon walikota dan wakil walikota Yogyakarta, Imam Priyono dan Ahmad Fadli mengendarai sepeda menuju kantor KPU Yogyakarta untuk mendaftarkan diri pada Pilgub DIY 2017, 21 September 2016. Pasangan tersebut diusung oleh Partai PDIP, Partai Nasdem, dan PKB. TEMPO/Pius Erlangga
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kubu pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Yogyakarta nomor urut 1, Imam Priyono-Achmad Fadli, memastikan siap menghadapi sidang sengketa pemilihan kepala daerah yang akan digelar di Mahkamah Konstitusi. Pasangan Imam-Fadli menyiapkan 32 advokat dan konsultan hukum untuk menangani gugatan pilkada itu.
"Kami telah memperkuat alat bukti persidangan," kata Kepala Badan Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Yogyakarta Antonius Fokki Ardiyanto, Jumat, 10 Maret 2017.
Antonius mengatakan timnya telah menyempurnakan data-data untuk kepentingan sidang. Mereka tergabung dalam Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Pusat PDI Perjuangan. Advokat itu, di antaranya Sirra Prayuna, Diarson Lubis, Yanuar P. Wasesa, Edison Panjaitan, dan Tanda Perdamaian Nasution.
Kubu Imam-Fadli telah mendaftarkan gugatan sengketa pilkada ke MK pada 27 Februari 2017. Haryadi Suyuti dan Heroe Poerwadi unggul dibandingkan Imam Priyono dan Achmad Fadli setelah Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta mengumumkan hasil rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara, Jumat, 24 Februari 2017.
Haryadi-Heroe mendapat 100.333 suara. Sedangkan, Imam-Fadli meraih 99.146. Selisih suara dua pasang calon itu 1.187 suara. Sedangkan, surat suara sah sebanyak 199.479 dan tidak sah 14.355 suara. Dalam daftar pemilih tetap terdapat 298.989 pemilih. Sesuai aturan, bila selisih perolehan suara di bawah 2,5 maka pasangan calon dalam pilkada bisa melakukan gugatan ke MK.
Sidang gugatan sengketa pilkada akan digelar di Mahkamah Konsitusi pada 16 Maret 2017. Mereka mempermasalahkan daftar pemilih tambahan dua (DPTb-2) atau para pemilih yang memberikan suara dengan menggunakan kartu tanda penduduk pada hari pilkada. Dalam DPTb-2, terdapat 2.209 orang yang menggunakan hak pilih. Sedangkan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengeluarkan 1.089 surat keterangan.
"Ada penggunaan e-KTP (kartu tanda penduduk elektronik) palsu sebanyak 1.129 dalam pilkada Kota Yogyakarta. Mereka pemilih siluman," kata Antonius.
Dia juga menuduh Komisi Pemilihan Umum Yogyakarta, panitia pemilihan kecamatan, dan Panitia Pemungutan Suara tidak memiliki data dokumentasi pemilih tambahan dua berdasarkan nama dan alamat. Tim kuasa hukum juga menyebut ada penduduk yang meninggal, tapi masih mendapatkan undangan untuk memilih. Beberapa kotak suara juga dianggap tidak sah.