Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah mennunjukkan ruang Hubungan Masyarakat (Humas) di gedung KPK Merah Putih, 19 Februari 2017. Gedung ini akan menggantikan gedung lama KPK yang beralamat di Jalan HR Rasuna Said Kav C1, Jakarta Selatan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang, berkukuh menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi apabila tujuannya untuk melemahkan KPK. “Kalau melemahkan harus ditolak total,” kata dia di kantor KPK, Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.
Sebaliknya, Saut mengatakan pihaknya akan sangat mendukung apabila revisi tersebut menuju pemberantasan korupsi lebih baik. Terlebih apabila dalam revisi bertujuan menguatkan KPK. Ia menilai rencana revisi Undang-Undang KPK tersebut masih dalam tahap perdebatan.
Saut menyebut rencana revisi masih dalam proses. Masih ada perdebatan pasal per pasal. Ia memberi catatan bahwa tujuan dari revisi harus mempertimbangkan beberapa poin. “Yang penting dalam memberantas korupsi efisiensi, manajemen, kecepatan. Kalau memberantas korupsi jadi lambat, percuma,” kata dia.
Namun saut enggan menjelaskan apakah mungkin dalam draft revisi ada unsur penguatan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. Ia hanya menyebutkan di dalam undang-undang harus ada naskah ilmiah dan akademik. Ia pun mempersilakan apabila memang perlu pembahasan naskah. “Kalau naskah perlu dibahas ulang ya dibahas.”
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menuturkan pihaknya masih menunggu kesiapan pemerintah untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau dikenal sebagai Revisi UU KPK. Ia mengklaim sudah tiga kali rapat konsultasi dengan pemerintah namun pihak pemerintah selalu tidak siap.
Menurut Fahri, apabila Presiden Joko Widodo sudah menyetujui maka akan dimasukkan dalam pembahasan. Revisi tersebut juga bisa disosialisasikan karena setiap UU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) bisa disosialisasikan. Sementara dalam revisi tersebut ada empat poin yang menjadi materi perubahannya. Yakni penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan penerbitan SP3, serta penyelidik dan penyidik KPK.