Menko PMK Puan Maharani berjabat tangan bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menperin Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Rini M Soemarno, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri, Menteri Ristekdikti Mohammad Nasir serta Mendikbud Muhadjir Effendy usai Penandatanganan Nota Kesepahaman di Kementerian Perindustrian, Jakarta, 29 November 2016. Lima menteri menandatangani nota kesepahaman dalam rangka kerjasama antara Industri dan SMK. TEMPO/Amston Probel
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengakui bahwa Ujian Nasional (UN) masih diwarnai dengan kecurangan demi kecurangan.
"Kami tidak bisa menutupi praktik ketidakjujuran meskipun UN tidak menentukan kelulusan," ujar Muhadjir setelah penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Ombudsman tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Lingkungan Kemdikbud di Jakarta, Senin, 27 Februari 2017.
Indeks integritas yang sebelumnya diagung-agungkan sebagai penentu kejujuran, lanjut Muhadjir, juga tidak lagi bisa dipegang sepenuhnya. Hal itu dikarenakan indeks integritas sudah diketahui pola dan kuncinya oleh sebagian staf di lingkungan pendidikan.
"Indeks integritas itu ada rahasianya, ada kuncinya. Kami punya hipotesis, ini ada kuncinya. Jadi tidak bisa lagi dipegang sepenuhnya," kata Muhadjir.
Dia menjelaskan yang bisa dilakukan pada saat ini, adalah menjaga agar tidak terjadi kecurangan terutama pada proses pendidikan di sekolah. "Ambisi kami, pelaksanaan UN bersih dari kecurangan-kecurangan yang selama ini terjadi."
Kecurangan pada UN, lanjut dia, juga diakibatkan oleh dorongan birokrasi, yang mana pemerintah daerah menjadikan UN sebagai patokan dalam berprestasi. Sehingga praktik kecurangan terjadi secara massif dan melibatkan sejumlah orang di sekolah.
Kepala Balitbang Kemdikbud, Totok Suprayitno, mengatakan perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai penyebab utama kecurangan yang masih terjadi. "Tapi biasanya, ujian yang risikonya tinggi seperti tidak lulus atau berpengaruh memiliki potensi berbuat curang. Kami berharap UN menjadi cermin yang bisa menggambarkan diri apa adanya supaya UN menjadi alat perbaikan. Tidak hanya menilai, tetapi menjadi alat untuk perbaikan," kata Totok.
Ketua Tim Pengelola Tambang Muhammadiyah, Muhadjir Effendy enggan menjawab saat ditanyai perkembangan persiapan pengelolaan tambang milik persyarikatan