Sidang Ahok, Ini Kesaksian Ahli Tafsir dari Muhammadiyah
Editor
Ali Anwar
Selasa, 21 Februari 2017 22:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Saksi ahli agama Islam dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, mengatakan, memilih pemimpin berdasarkan agama tidak bertentangan dengan konstitusi.
“Sama sekali tidak memecah belah, bahkan justru memperkuat NKRI (negara kesatuan Republik Indonesia," kata Yunahar saat bersaksi di persidangan kasus dugaan penodaan agama atas terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017.
Yunahar menjelaskan, dalam pemahaman Muhammadiyah, memilih adalah hak dan kewajiban. Kewajiban rakyat Indonesia dalam memilih pemimpin, menurut Yunahar, yang dipilih adalah yang terbaik. Sedangkan yang menjadi haknya, dia menyebutkan, bila menentukan pemimpin berdasarkan kriteria tertentu. “Apakah yang terbaik satu kampung, satu etnis, agama itu urusan dia,” ujar Yunahar.
Baca: Sidang Ahok, Pengacara Tolak Ahli Agama dari MUI
Memang, kata Yunahar, Indonesia bukan negara yang secara langsung berdasarkan hukum Al-Quran dan sunnah. Tapi, ucap Yunahar, bukan berarti Indonesia adalah negara yang meninggalkan Al-Quran dan sunnah. Keduanya bisa diambil untuk membuat konstitusi menjadi undang-undang.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu menuturkan, yang tidak dibolehkan apabila umat Islam menuntut dibuatkan undang-undang tidak boleh nonmuslim menjadi pemimpin. Sebab, kata Yunahar, itu melanggar ketentuan. “Tapi dia tidak menuntut itu. Dia hanya akan menggunakan haknya sesuai kriteria,” ucap Yunahar.
Baca juga: Muhammadiyah: Yunahar Ilyas di Sidang Ahok karena Kompetensi
Yunahar mengatakan, selain satu agama, memilih pemimpin dari satu partai saja dibolehkan. Sebab, sistem demokrasi membolehkan primordialisme. “Apakah itu agama, etnis, partai atau alasan-alasan, banyak juga yang anjurkan alumni satu kampus,” kata Yunahar.
FRISKI RIANA
Simak pula : Tanggul Kali Cakung Jebol, Perumahan Harapan Baru Banjir