Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyapa wartawan usai diperiksa di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, Denpasar, Bali, 14 Februari 2017. Meski telah berstatus tersangka, namun Polda Bali belum melakukan penahanan terhadap Munarman. Foto: Johannes P. Christo
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman mencabut permohonan praperadilan kasusnya di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali. Salah seorang anggota tim kuasa hukum Munarman Kapitra Ampera mengatakan, pencabutan praperadilan itu bagian dari strategi.
"Itu strategi saja. Karena buat apa kami buang energi. Secara lokus, secara peristiwa pidana, (kasus) itu juga di Jakarta," kata Kapitra di Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017.
Kapitra mengatakan pernyataan Munarman yang dipermasalahkan pelapor dalam kasus dugaan penghinaan terhadap pecalang terjadi bukan di Bali, melainkan di Jakarta. Menurut Kapitra, Polda Bali tidak berhak mengurus kasus tersebut. "Itu melanggar azas teritorial," kata dia.
Munarman dilaporkan atas dugaan penghinaan terhadap pecalang dalam sebuah video yang beredar di media sosial. Pernyataan Munarman itu muncul saat ia mendatangi kantor sebuah media massa di Jakarta. Kasus itu dilaporkan ke Polda Bali yang kemudian meningkatkan status Munarman menjadi tersangka.
Kapitra menambahkan pencabutan praperadilan itu juga sekaligus memberi waktu bagi Kepolisian untuk mencermati kasus tersebut. Kapitra bersikeras tak ada pelanggaran pidana yang dilakukan Munarman.
Kapitra justru mendesak penyidik agar menerbitkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) pada kasus ini. Kapitra membandingkan kasus Munarman ini dengan kasus penistaan agama yang menjerat dosen FISIP Universitas Indonesia Ade Armando yang kemudian dibebaskan. "Kami desak agar kasusnya di-SP3-kan. Ade Armando saja langsung di-SP3," kata Kapitra.