Ilustrasi wartawan mewawancarai sumber berita. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan pekerja media yang terdiri dari sejumlah organisasi mendesak agar proses verifikasi media tak mensyaratkan harus perseroan terbatas (PT). Anggota Serikat Kerja Industri Media dan Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ichsan Rahardjo mengatakan badan hukum yang diatur dalam Undang-undang Pers tak mesti PT.
"Harus ada modal Rp 50 juta. Ini untungkan pemodal besar," kata Ichsan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Pers, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2017. Menurut dia, salah satu syarat kebijakan verifikasi media yang dilakukan Dewan Pers itu malah mempersempit ruang kebebasan pers. Padahal masih ada alternatif badan hukum lainnya yang juga diakui, seperti koperasi atau yayasan.
Ichsan berpandangan dalam perkembangan dunia jurnalisme saat ini media bergerak dinamis. Selain didominasi oleh perusahaan media arus utama, media berbasis jurnalisme juga ada yang bersifat alternatif. "Bisa ada monopoli informasi. Sebab ada peluang munculnya media alternatif," kata dia.
Bertepatan dengan Hari Pers Nasional yang jatuh pada 9 Februari, Dewan Pers mengumumkan media-media yang lolos dalam verifikasi awal. Saat ini baru ada 77 media yang berhasil diverifikasi, sementara lainnya masih dalam proses. Dewan Pers menilai verifikasi bagian dari proses pendataan perusahaan pers sesuai dengan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.
Di sisi lain, Gabungan pekerja media yang beberapa diantaranya terdiri dari LBH Pers, Federasi Serikat Pekerja Media Independen, dan Southeast Asia Freedom of Expression (Safenet) menolak pemberian barcode atau lisensi kepada media massa jurnalisme.
Koordinator regional Safenet Damar Juniarto berharap Dewan Pers tidak menjadi kabar buruk bagi jurnalisme di Indonesia dengan adanya penerapan verifikasi. Menurut dia, proses verifikasi harus melibatkan semua pemangku kepentingan. "Kuncinya jurnalisme yang baik bukan verifikasi (media)," kata dia, menegaskan.