Menteri Hukum dan HAM Indonesia, Patrialis Akbar di kantornya Departemen Hukum dan Ham kawasan H R Rasuna Said, Kuniangan, Jakarta, 26 Januari 2009. Dalam karirnya, Patrialis pernah menjadi anggota DPR-RI dua periode 1999-2004 dan 2004-2009, Menteri Hukum dan HAM Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, dan kini menjabat sebagai Hakim konstitusi masa jabatan 2013 - 2018. Dok.TEMPO/ Novi Kartika
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita draf putusan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Draf itu ditemukan saat penyidik melakukan operasi tangkap tangan dugaan suap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar pada Rabu pagi, 25 Januari 2017.
Pada operasi tangkap tangan yang dilakukan di lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur, penyidik mencokok Kamaludin. Ia adalah rekan Patrialis, yang diduga menjadi perantara suap. "Pagi itu ada kegiatan penyerahan draf," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di KPK, Kamis, 26 Januari 2017.
Febri tak menjelaskan detail mengenai siapa yang menyerahkan draf putusan perkara kepada Kamaludin. Namun ia meyakini putusan draf itu diserahkan agar Basuki percaya bahwa Patrialis akan memenuhi janjinya menolak pengajuan gugatan uji materi. "Lebih lanjut akan kami sampaikan pada update berikutnya," ujarnya.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, pengusaha Basuki Hariman dan sekretarisnya Ng Fenny, serta seorang swasta bernama Kamaludin.
Basuki merupakan pengusaha impor daging yang memiliki 20 perusahaan. Ia bersama dengan Ng Fenny diduga menyuap Patrialis sebesar Sin$ 200 ribu agar menolak pengajuan uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan tersebut.
Selain menyita draf putusan perkara, KPK menyita voucher pembelian mata uang asing dolar Singapura dan dokumen pembukuan perusahaan. Kedua barang bukti ditemukan di kantor Basuki Hariman yang berada di Sunter, Jakarta Utara.