Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kiri) bersama Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kiri) bersiap memberikan konferensi pers OTT pejabat Bakamla di Gedung KPK, Jakarta, 15 Desember 2016. Dalam OTT ini disita uang pecahan dolar AS dan dolar Singapura senilai Rp 2 miliar. ANTARA/Hafidz Mubarak A
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyayangkan informasi mengenai praktek jual-beli jabatan di pemerintahan daerah baru dibuka Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Agus mengatakan KPK dan KASN hingga saat ini belum menjalin kerja sama.
"Seharusnya KASN beri tahu jauh-jauh hari. Ini meledak, baru mereka beri tahu kami," ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 18 Januari 2017.
KASN memperkirakan uang yang beredar dalam praktek jual-beli jabatan di pemerintahan daerah mencapai Rp 35 triliun. Kerugian negara diyakini berkali-kali lipat karena pejabat yang membayar mahar akan memangkas anggaran perangkat daerah untuk mengembalikan modal.
Dalam pemberitaan Koran Tempo, Senin, 16 Januari 2017, Ketua KASN Sofian Effendi memperkirakan nilai transaksi itu hanya menghitung potensi dagang kursi pegawai negeri dan pengangkatan pejabat eselon II dan III. Angkanya akan membengkak jika ditambah dengan nilai jual-beli jabatan di tingkat eselon IV.
Sofian mengatakan praktek ini sudah diendus sejak lama. Namun, kata dia, baru mengemuka ketika KPK menangkap Bupati Klaten Sri Hartini pada 30 Desember 2016 dalam operasi tangkap tangan. Dari tangan Sri, KPK menyita uang senilai Rp 2 miliar.
Uang itu diduga sebagai suap dari anak buahnya agar naik jabatan. Selain Sri, KPK menangkap Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten Suramlan sebagai pemberi suap kepada Bupati Klaten. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.