TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 300 antropolog dari seluruh wilayah Indonesia menyatakan kondisi darurat di negeri ini. Menurut mereka, sebelum kemerdekaan 1945, Indonesia adalah rumah bagi berbagai agama, suku, etnis, gender, kepercayaan, kelas sosial, dan sudut pandang. Indonesia tidak hanya merasa bangga dengan Bhinneka Tunggal Ika tapi juga bangga dengan motonya: Persatuan dalam Perbedaan.
Namun beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini, menurut para antropolog ini, menyibak kehadiran sekelompok orang yang memprovokasi perbedaan dengan memisahkan identitas politik. Upaya untuk memunculkan perbedaan, memisahkan satu sama lain, dan mengucilkan yang berbeda terjadi berulang kali. Tindak kekerasan terhadap pihak yang berbeda pun terjadi. Peneliti menemukan tindakan ini terus terjadi selama dekade terakhir.
Yang mengkhawatirkan, dalam beberapa kejadian, pemerintah pusat dan daerah serta penegak hukum terlihat sering kali tidak mengantisipasi peristiwa atau melindungi dampak dari intimidasi tersebut. Elit politik juga sering mengambil langkah yang menghancurkan nilai ke-Indonesia-an masyarakat. Perguruan tinggi dan institusi pendidikan lainnya juga gagal mengambil aksi sementara masyarakat pada umumnya turut berkontribusi dalam peningkatan kekerasan. Media sosial juga lebih sering digunakan untuk menyebarkan kebencian dibandingkan menjadi sarana untuk mendapatkan informasi.
Minggu lalu, para antropolog dari berbagai kota di Indonesia yang peduli terhadap isu itu berembuk untuk menyamakan persepsi. Dalam antropologi, keberagaman Indonesia yang dicerminkan dalam istilah 'bhinneka' dibentuk oleh struktur sosial. Kekerasan, pengucilan, dan aksi membungkam perbedaan belakangan ini menimbulkan ancaman terhadap ke-Indonesia-an.
"Nilai Indonesia terus terkikis. Kami menilai saat ini penting untuk mendeklarasikan status darurat agar seluruh pihak sepenuhnya menyadari bahwa erosi nilai tersebut bukan hal yang kecil. Ini tentang apa kita sebagai sebuah negara dan siapa kita sebagai warga Indonesia," kata Prof. Dr. Meutia F. Swasono, antropolog senior yang ikut menandatangani pernyataan keprihatinan yang dinamakan 'Statement of Stance and Appeal', Jumat, 16 Desember 2016.
Dalam pernyataan itu, para antropolog sepakat untuk melawan semua bentuk kekerasan dan paksaan. "Kami menolak fenomena penganiyaan dan pembungkaman minoritas, kelompok agama, suku, etnis, gender, kepercayaan, kelas sosial, dan perbedaan pendapat yang terjadi terus menerus selama ini. Pada saat yang sama, pergerakan ini memicu pemerintah, terutama TNI dan Kepolisian, untuk menegakkan hukum, yang adil dan independen."
Pergerakan ini juga mendorong masyarakat untuk berpikir kritis sehingga tidak mudah ditipu informasi yang berisi kebencian dan intoleransi. Ratusan antropolog yang menamakan diri 'Pergerakan Antropolog Indonesia untuk Indonesia yang Beragam dan Terbuka' atau 'Indonesian Anthropologists' Movement for a Diverse and Inclusive Indonesia' memanggil semua orang untuk menggunakan media sosial untuk memperkuat persahabatan dan mencegah marginalisasi kelompok lainnya.
Dalam rilisnya, pergerakan ini menekankan bahwa Statement of Stance and Appeal ini bertujuan untuk memupuk persatuan Indonesia seperti yang telah dibentuk oleh pendiri-pendiri Indonesia 70 tahun yang lalu. "Di tengah kondisi saat ini dan tantangan global ke depan, Indonesia adalah dan harus bisa tetap menjadi sebuah negara yang bangga terhadap konstitusinya untuk melindungi perbedaan."
INGE KLARA | VINDRY FLORENTIN
Berita terkait
Kontrak Freeport Diperpanjang hingga 2061, Bahlil: Kita Kembalikan Milik Orang Indonesia
7 jam lalu
Pemerintah bakal memperpanjang kontrak PT Freeport hingga 2061. Menteri Bahlil Lahadalia klaim Freeport sudah jadi perusahaan milik Indonesia.
Baca SelengkapnyaAhli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia
8 jam lalu
Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi
Baca SelengkapnyaAmnesty International Temukan Pasokan Teknologi Pengawasan dan Spyware Masif ke Indonesia
9 jam lalu
Amnesty International menyiarkan temuan adanya jaringan ekspor spyware dan pengawasan ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaBelanda Jajaki Peluang Kerja Sama di IKN
16 jam lalu
Sejumlah perusahaan dan lembaga penelitian di Belanda, telah memberikan dukungan kepada Indonesia, termasuk terkait IKN
Baca SelengkapnyaAda Harimau Sumetera hingga Komodo, Inilah 5 Hewan Endemik Asal Indonesia
1 hari lalu
Setidaknya ada 612 hewan endemik asal Indonesia dari berbagai jenis, seperti mamalia, burung, reptil, hingga amfibi. Berikut lima di antaranya.
Baca SelengkapnyaMedia Asing Soroti Tawaran Kewarganegaraan Ganda untuk Diaspora dari Luhut
1 hari lalu
Media asing menyoroti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Pandjaitan soal tawaran kewarganegaraan ganda
Baca SelengkapnyaPerayaan 75 Tahun Hubungan Diplomatik, Amerika dan Indonesia Bikin Acara Diplomats Go to Campus
2 hari lalu
Dalam rangka perayaan 75 tahun hubungan diplomatik AS-Indonesia diselenggarakan acara perdana "Diplomats Go to Campus" di Surabaya dan Malang
Baca Selengkapnya5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia
2 hari lalu
Daftar negara dengan mata uang terlemah menjadi perhatian utama bagi para pengamat ekonomi dan pelaku pasar.
Baca SelengkapnyaPimpinan MPR RI Akan Bangun Komunikasi Politik
3 hari lalu
Menjelang transisi politik kepemimpinan nasional, MPR RI akan melakukan Silaturahmi Kebangsaan ke berbagai tokoh bangsa.
Baca SelengkapnyaIndonesia Dorong Penetapan Hari Danau Sedunia di World Water Forum Ke-10 Bali
3 hari lalu
Penetapan Hari Danau Sedunia menjadi satu dari empat poin usulan yang dibawa Indonesia untuk diangkat menjadi resolusi PBB.
Baca Selengkapnya