Perwakilan panitia menyanggupi pembatalan acara kebaktian Natal di Sabuga setelah di demo para pengunjuk rasa, di Bandung, 6 Desember 2016. Acara ini dianggap tidak berizin dan melanggar aturan oleh pihak pengunjuk rasa. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil memberikan sanksi kepada organisasi kemasyarakatan Pengawal Ahlu Sunnah (PAS) atas tindakan mereka membubarkan acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di gedung Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Selasa, 6 Desember 2016.
Sanksi yang diberikan masih tahap persuasif, yaitu memerintahkan PAS mengirim surat permohonan maaf kepada panitia KKR. Ridwan Kamil juga meminta PAS dalam rentang waktu tujuh hari, membuat pernyataan akan menaati perundang-undangan di Bandung.
Bila tidak ditaati, sanksi akan naik pada tahap pelarangan organisasi. “Apabila ormas PAS menolak, maka Pemerintah Kota Bandung akan memaklumatkan pelarangan berkegiatan di wilayah hukum Kota Bandung,” tulis Ridwan dalam status Facebook resminya, Sabtu, 10 Desember 2016.
Ridwan menuturkan, Pemkot Bandung diberi kewenangan oleh Undang-Undang nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan untuk melakukan hal itu.
Putusan ini, kata Ridwan, berdasarkan hasil rapat dan kesepakatan antara Pemkot Bandung dan Majelis Ulama Indonesia, Forum Komunikasi Antarumat Beragama, Forum Silaturahmi Ormas Islam, Kementerian Agama Kota Bandung, Ditjen Bimbingan Masyarakat Kristen Kemenag Jawa Barat, Polres Bandung, dan Kejaksaan Negeri Kota Bandung pada 8 Desember 2016. Keputusan ini diperkuat dengan hasil rapat antara Pemkot Bandung dan Komnas HAM keesokan harinya.
Hasil rapat tersebut memutuskan kegiatan ibadah keagamaan tidak perlu izin formal dari lembaga negara. “Cukup dengan surat pemberitahuan kepada kepolisian,” katanya.
Selain itu, kegiatan ibadah keagamaan diperbolehkan dilakukan di gedung umum selama sifatnya insidentil. Menurut Ridwan Kamil, Surat Keputusan Bersama 2 Menteri Tahun 2006 hanya mengatur tata cara pengurusan izin pendirian bangunan ibadah yang permanen atau sementara.
Ridwan Kamil menegaskan tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil yang menghalangi kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal. Hal ini telah diatur dalam KUHP Pasal 175 dan 176, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 1 tahun 4 bulan.
"Kehadiran ormas PAS dianggap melanggar hukum. Pihak yang diperkenankan melakukan pemberhentian kegiatan keagamaan dengan alasan hukum hanyalah aparat negara," katanya.
Komnas HAM, kata Ridwan, merekomendasikan agar dugaan pelanggaran hukum oleh ormas PAS ini harus ditindak secepatnya oleh pihak kepolisian. Ia juga meminta forum-forum keagamaan mengintensifkan dialog antarumat beragama.