Gerakan Bersama Membangun Jiwa Bangsa
Rabu, 7 Desember 2016 00:06 WIB
INFO NASIONAL - Presiden Soekarno pertama kali melontarkan gagasan revolusi mental pada peringatan Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Kala itu, Bung Karno mengutarakan bahwa revolusi mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala.
Seiring bertambahnya usia dan dinamika kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, gerakan revolusi mental yang didengungkan kembali oleh Presiden Joko Widodo tetap relevan bagi bangsa Indonesia. Bila dulu revolusi adalah sebuah perjuangan fisik untuk kemerdekaan dari penjajah, saat ini revolusi bukan lagi dengan mengangkat senjata tapi membangun jiwa bangsa untuk menghadapi krisis.
Saat ini, Indonesia mengalami krisis nilai dan karakter bangsa. Kemudian krisis pelaksanaan pemerintahan dimana pemerintah ada tapi tidak hadir dan masyarakat hanya menjadi obyek pembangunan. Kemudian makin banyaknya kasus korupsi menyeret para elite politikdan selain itu juga krisis relasi sosial yang terlihat dengan maraknya gejala intoleransi.
Seperti kata Bung Karno dimana membangun suatu negara tak hanya sekadar pembangunan fisik yang sifatnya material, namun sesungguhnya membangun jiwa bangsa. Membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan sehingga Indonesia menjadi bangsa yang besar dan kompetitif.
Revolusi mental menjasi bagian dari membangun jiwa bangsa. Hal ini menjadi gerakan sosial untuk bersama-sama menuju Indonesia yang lebih baik. Untuk mewujudkannya harus didukung oleh tekad politik (political will) pemerintah dan bersifat lintas sektoral dengan kolaborasi masyarakat, sektor privat, akademisi dan pemerintah.
Nilai-nilai yang dikembangkan terutama ditujukan untuk mengatur moralitas publik (sosial) bukan moralitas privat (individual). Kemudian dilakukan dengan program “gempuran nilai” (value attack) untuk senantiasa mengingatkan masyarakat terhadap nilai-nilai strategis dalam setiap ruang publik. Desain program harus mudah dilaksanakan (user friendly), menyenangkan (popular) bagi seluruh segmen masyarakat dan dapat diukur dampaknya dan dirasakan manfaatnya oleh warga masyarakat.
Revolusi mental tidak harus dimulai dari hal yang di awang-awang dan muluk-muluk. Penggerak revolusi mental adalah kita, seluruh dan semua elemen bangsa Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong.
Mulai dari aksi pada kesadaran kebersihan dan membudayakan antre, kemudian menghormati hak disable dan pejalan kaki serta mejalankan tindakan aman dalam berkendara. Hingga tindakan anti memberi dan menerima suap juga masuk dalam praktek revolusi mental.
Dalam dunia pekerjaan, revolusi mental dapat diimplementasikan dengan cepat tanggap, tepat waktu, tidak menunda pekerjaan, kreatif, inovatif, anti mencontek, dan menerapkan filosofi life-long learning. Dalam kehidupan masyarakat dengan sikap saling menghargai, sopan santun, menerima perbedaan, anti kekerasan, anti diskriminasi, kasih sayang, dan menjalankan gotong royong dalam sikap kerelawanan. (*)