Ketua umum terpilih Setya Novanto memeluk calon ketua umum Ade Komarudin dirinya mengundurkan diri dari putaran kedua pemungutan suara dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar di Nusa Dua, Bali, 17 Mei 2016. Setya Novanto terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar dengan 277 suara sedangkan pesaing terberatnya Ade Komarudin mendapatkan 173 suara. Johannes P. Christo
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menyarankan kedua politikus Partai Golkar Ade Komarudin dan Setya Novanto berdialog terkait pergantian jabatan Ketua DPR. Menurut Fahri, pengambilan keputusan harus disepakati kedua belah pihak.
"Saya mengusulkan ada percakapan yang mendalam sehingga ini bisa menjadi penyelesaian yang baik," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 22 November 2016.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan, apabila pembahasan dilakukan oleh kedua belah pihak, akan membawa kondisi yang baik dalam kepemimpinan DPR. "Tentu itu akan baik bagi semuanya, kepemimpinan DPR, juga Golkar dan Pak Nov," kata dia.
Ketua Harian DPP Partai Golkar, Nurdin Halid, menegaskan Novanto bakal diangkat kembali menjadi Ketua DPR. Menurut dia, harkat dan martabat Novanto perlu dikembalikan setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Kehormatan Dewan tentang kasus Papa Minta Saham.
Nurdin menilai MKD belum pernah menjatuhkan hukuman kepada Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik dalam kasus tersebut. Saat itu, Novanto memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR sebelum MKD memberikan putusan.
Terkait pergantian Ketua DPR, kata Ketua Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin, dilakukan bukan karena ada permasalahan antara partai Golkar dengan Ade. Menurut dia, penempatan kader partai berlambang pohon beringin ini berdasarkan persetujuan partai. "Jadi ini murni keputusan partai," ujar dia.