Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) meninjau pameran bersama Presiden Interpol, Mireille Ballestrazzi (ketiga kiri) seusai membuka Sidang Umum ke 85 Interpol di Nusa Dua, Bali, 7 November 2016. ANTARA FOTO
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok harus menjalani proses hukum dalam kasus dugaan penistaan agama. Kalla mengatakan ini setelah Gubernur DKI nonaktif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
"Ahok musti menjalani, dan sudah berjanji akan menjalani. Itu kan tersangka, belum tentu terbukti," kata Kalla, Rabu, 16 November 2016, di Hotel Sahid, Jakarta.
Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama pada Rabu, 16 November 2016. Kepala Kepolisian RI Jenderal M. Tito Karnavian mengatakan Ahok juga dicegah ke luar negeri. "Tim penyelidik sepakat untuk menaikkan perkara ini menjadi penyidikan dimulai dari hari ini dan akan mempercepat prosesnya," ujar Tito di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 16 November 2016.
Tim penyidik memutuskan belum menahan Ahok. Alasannya, kata dia, Ahok bersikap kooperatif selama penyelidikan berjalan. "Yang bersangkutan berinisiatif datang sebelum dipanggil," kata Tito. Ketika gilirannya diperiksa, Ahok juga memenuhi panggilan. Sebagai calon gubernur, kata Tito, Ahok kemungkinan kecil melarikan diri.
Meski tidak ditahan, Ahok dicegah keluar negeri selama proses penyidikannya berjalan. "Kami tidak ingin kecolongan," ujar Tito.
Alasan Ahok tidak ditahan lainnya adalah karena barang bukti yang dibutuhkan kasus ini sudah di tangan polisi. Maka tidak ada kekhawatiran Ahok menghilangkan barang bukti. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga mengatur tentang alasan penahanan karena tersangka bisa jadi mengulangi perbuatannya.
"Penyidik belum ada kekhawatiran itu. Kecuali yang bersangkutan membuat lagi dugaan yang sama," kata Tito. "Penyidik menyarankan tidak perlu penahanan tapi pencegahan ke luar negeri. Sehingga yang bersangkutan tetap berada di dalam negeri."