Indikasi Korupsi 34 Proyek Listrik Masuk Radar KPK
Editor
Erwin prima
Kamis, 10 November 2016 13:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap sinyal adanya dugaan korupsi dalam pembangunan proyek pembangkit listrik di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketua KPK Agus Rahardjo menyebutkan, dari 34 proyek listrik, ada banyak yang masuk radar komisi antirasuah.
"Kalau radar KPK sendiri sudah nangkap beberapa proyek ya. Tapi kan kalau menurut mereka 34, nah itu kami belum nerima," kata Agus di gedung KPK, Kamis, 10 November 2016.
Agus mengatakan, di antara 34 proyek tersebut, ada banyak proyek pembangkit listrik tenaga uap yang terindikasi korupsi. Namun, menurut dia, lembaganya akan menindaklanjuti dugaan tersebut setelah ada laporan yang masuk ke lembaganya. "Segera kalau kami sudah menerima, pasti akan dilakukan," katanya.
Menurut Agus, sebenarnya KPK boleh berinisiatif mengusut dugaan korupsi ini. Namun komisi antirasuah tetap membutuhkan bantuan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit.
Baca:
KPK Tunggu Laporan 34 Proyek Listrik Mangkrak
KPK Akan Usut Dugaan Korupsi 34 Proyek Pembangkit Listrik
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan ada 34 proyek PLN yang diduga merugikan keuangan negara. Proyek pengadaan listrik 7.000 megawatt tersebut ditengarai menyebabkan negara mengeluarkan uang Rp 4,94 triliun.
Agus mengatakan penindakan terhadap korupsi yang menyangkut energi dan sumber daya mineral penting dilakukan. Tak adanya perencanaan yang baik dalam proyek-proyek energi menyebabkan negara mengalami kejadian pahit.
Agus mencontohkan tentang penggunaan minyak. Dulu, kata dia, Indonesia pernah menjadi eksportir minyak, tapi kemudian, hari ini, menjadi importir yang cukup besar. "Nah, kalau kita tidak hati-hati, tidak merencanakan dengan baik, kejadian yang sama bisa terjadi untuk batu bara," tuturnya.
Hari ini, ujar Agus, persediaan batu bara Indonesia tidak banyak. Namun, dalam waktu yang sama, negara mengekspor batu bara. Padahal PLTU membutuhkan banyak energi dari batu bara. Akibatnya, kemungkinan untuk mengimpor batu bara sangat besar. "Kita menjadi importir itu sangat mengkhawatirkan. Jadi jangan sampai kita mengalami pengalaman pahit yang kedua kalinya-lah," katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI