Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, 7 November 2016. Ahok diperiksa selama sembilan jam terkait kasus dugaan penistaan agama surat Al-Maidah ayat 51. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai Kepolisian sebaiknya tidak melibatkan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dalam gelar perkara. Wacana pelibatan anggota DPR lewat Tim Pengawas Kasus muncul dalam rencana polisi melakukan gelar perkara dugaan penodaan agama yang dilakukan calon Gubernur DKI Jakarta inkumben Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut Ismail, pelibatan anggota Komisi Hukum tidak dibenarkan karena anggota Parlemen Senayan bukan penyidik dan bukan penegak hukum. "Keterlibatan DPR hanya akan mengundang potensi politisasi lebih jauh dan mengikis independensi penyidik," ujar dia, Rabu, 9 November 2016.
Saat ini, Perkara yang menyeret Ahok berada dalam fase penyelidikan. Menurut Pasal 1 ayat 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu peristiwa dilakukan penyidikan.
Penyelidikan kasus Ahok belakangan menyita perhatian publik, misalnya demonstrasi di depan Istana Kepresidenan pada 4 November 2016, yang menuntut Ahok dihukum. Ismail berpendapat protes publik itu membuka peluang polisi melakukan gelar perkara terbuka agar independensi penyidik bisa dikontrol.
Selain itu, Ismail menilai rencana DPR membentuk Tim Pengawas Kasus tidak tepat karena DPR tidak boleh mengawasi perkara secara spesifik.
Sejumlah warga mengatasnamakan Laskar Santri Kota Depok menggeruduk Polres Metro Depok, Kamis, 31 Oktober 2024. Mereka menuntut dugaan penistaan agama yang dilakukan Suswono diusut tuntas.