Pemerintah Resmi Naikkan Tarif Cukai Rokok
Jumat, 30 September 2016 14:22 WIB
INFO NASIONAL - Pemerintah resmi mengumumkan besaran tarif cukai rokok untuk tahun 2017. Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan cukai ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147 /PMK.010/2016.
“Kenaikan tarif tertinggi adalah sebesar 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah sebesar 0 persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen. Selain tarif, ada kenaikan harga jual eceran (HJE) dengan rata-rata sebesar 12,26 persen,” kata Sri Mulyani di Kantor Pusat Bea Cukai, Jumat, 30 September 2016.
Menurut dia, kenaikan tarif cukai rokok tersebut sudah dibicarakan dengan para stakeholder, baik pihak yang peduli kesehatan dan lapangan pekerjaan, petani tembakau, maupun asosiasi pengusaha rokok. Selain itu, sudah dilakukan pertemuan dan diskusi dengan pemerintah daerah, yayasan, dan universitas.
“Dari pertemuan dan diskusi yang diselenggarakan, ditarik kesimpulan bahwa kenaikan cukai merupakan langkah yang harus ditempuh dalam rangka pengendalian konsumsi dan produksi,” kata Sri Mulyani seraya menambahkan, kenaikan tersebut harus berimbang, sehingga tidak berdampak negatif terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan dan kesempatan hidup bagi industri kecil.
Dia juga menambahkan, dalam rangka pengamanan di bidang cukai, pemerintah pada tahun ini meningkatkan pengawasan, khususnya terkait dengan peredaran mesin pembuat rokok. Hal ini sejalan dengan data intelijen dan hasil survei bahwa pelanggaran yang paling besar adalah pada rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Untuk menjamin efektivitas dan menghasilkan outcome yang diharapkan, menurut Sri, Bea Cukai akan melakukan pendataan mesin pembuat rokok bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan instansi lainnya.
“Kami berharap hal ini dapat berkorelasi positif dengan penerimaan dari sektor cukai. Pada 2017, ditargetkan penerimaan cukai sebesar 149,8 triliun, yang merupakan 10,01 persen dari total penerimaan perpajakan. Walaupun ada sedikit penurunan, kontribusinya masih cukup signifikan,” katanya.
Sri Mulyani mengemukakan pemerintah menyadari bahwa rokok merugikan kesehatan masyarakat sehingga harus dibatasi. Hal ini sejalan dengan prinsip pengenaan cukai, yaitu untuk mengendalikan konsumsi dan mengawasi peredaran.
Selain memperhatikan aspek kesehatan, pemerintah perlu memperhatikan aspek lain dari rokok, yaitu tenaga kerja, peredaran rokok ilegal, petani tembakau, dan penerimaan negara. “Karena itu, semua aspek tersebut perlu dipertimbangkan secara komprehensif dan berimbang dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan harga dan cukai rokok,” ujarnya.
Ia menyebutkan, untuk kepentingan kesehatan, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam 10 tahun terakhir telah mengurangi jumlah pabrik rokok dari 4.669 pabrik menjadi 754 pabrik pada 2016.
Tidak hanya itu, pertumbuhan produksi hasil tembakau pun telah dikendalikan, sehingga selama 10 tahun terakhir menunjukkan tren negatif, yaitu -0,28 persen. Sebab, pada saat bersamaan, jumlah penduduk Indonesia tumbuh sebesar 1,4 persen. “Hal ini membuktikan secara riil pemerintah dapat menekan konsumsi rokok cukup signifikan,” ujar Sri Mulyani. (*)