Ketua KPK(1): Kami Ingin Sistem Pengawasan Berubah
Editor
Rina Widisatuti
Selasa, 27 September 2016 08:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan sistem pencegahan korupsi tidak mungkin lagi dijalankan dengan cara lama. Untuk itu, KPK mengembangkan sistem yang baru.
Dalam wawancara sekitar 90 menit dengan wartawan Tempo Anton Aprianto, Linda Trianita, Aisha Shaidra, Muhammad Rizki, Reza Maulana, Sapto Yunus, dan fotografer Eko Siswono, pada Kamis pekan lalu, 22 September 2016, itu, Agus juga menjelaskan mengenai aplikasi telpon selular pintar bernama JAGA yang kini dikembangkan oleh lembaga yang dipimpinnya itu.
Baca: Ketua KPK(1): Mencegah Korupsi Tak Bisa Lagi Pakai Cara Lama
Agus juga membeberkan sederet kasus yang sedang ditangani komisi antirasuah itu, dari kasus suap yang melibatkan bekas Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman hingga reklamasi Teluk Jakarta. Berikut petikan wawancaranya yang diambil dari Majalah Tempo yang terbit Senin, 26 September 2016.
Apa saja yang Anda dan Komisioner KPK lain sampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan DPR?
Saya sampaikan KPK ingin memicu perubahan sistem. Sosialisasi dan pencegahan korupsi tidak mungkin lagi dijalankan dengan cara lama. Ketemu, tapi kemudian lupa. Seperti ikut kelas motivator, sampai nangis-nangis mengingat kesalahan, begitu keluar ruangan langsung lupa. Saya ingin revolusi mental. Keluar dari pertemuan langsung jalankan sistem yang baru. Semua warga Indonesia harus ikut menjaga. Itu sebabnya, KPK meluncurkan aplikasi JAGA. Ada JAGA sekolah, rumah sakit, dan perizinan. Ke depan akan dikembangkan ke aplikasi serupa untuk memantau pemilihan umum, hutan, dan masih banyak lagi.
Aplikasi ini sudah berjalan?
Sudah soft launching pada Juli lalu (tersedia di Play Store). Akan grand launching saat Hari Pemberantasan Korupsi pada 9 Desember. Sementara, basis data sekolah yang tersedia baru sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan. Fungsinya, masyarakat memperoleh layanan yang akuntabel, sementara pengendalian manajemen di dalam jadi lebih transparan. Misalnya, suatu sekolah baru punya satu guru matematika, tapi anggaran malah dialokasikan untuk pembangunan. Kita jadi bisa memberi masukan dari situ. Di gadget Anda sudah ada belum?
Jadi, menurut Anda, program pencegahan korupsi yang dilakukan pada periode sebelumnya belum efektif?
Kami belum mengukur efektivitasnya. Baru sebatas sosialisasi untuk mendorong masyarakat melakukan sesuatu yang baru.
Apa saja penekanannya dalam pembicaraan tentang anggaran dengan Komisi Hukum DPR?
Yang paling menarik adalah soal sistem keterbukaan anggaran di berbagai negara. Saya tampilkan contoh situs Sekretariat Angkatan Laut Amerika Serikat. Semua anggaran sangat rinci sampai kebutuhan operasional tiap personel. Juga, misalnya, tank M1 Abrams dijabarkan sampai ke sistem kendali tembakannya. Melebihi satuan 3 (dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan pagu anggaran di lingkup satuan kerja lembaga negara) di negara kita. Kalau sedetail itu, kan orang tidak mungkin lagi bisa "menitip". Hanya bagian riset yang anggarannya masih gelondongan.
Baca: Ketua KPK (3): Dugaan Korupsi BUMN, KPK Gandeng Singapura
Komisi III (Komisi Hukum) sangat tertarik. Sampai-sampai, begitu saya cerita itu, anggota Dewan yang tadinya ingin bertanya enggak jadi. Saya sudah lama mempelajari ini, meski tidak sampai ke Amerika. Mengapa tidak kita ikuti best practices yang sudah ada? Semua yang kita rahasiakan di sini sudah sangat terbuka di sana.
Di periode pimpinan sebelumnya, KPK ingin masuk dalam detail anggaran. Sekarang berubah?
Kami tidak masuk, tapi ingin sistemnya yang berubah. Sehingga yang bisa mengawasi adalah rakyat, semua orang yang bisa mengakses Internet. Bukan cuma KPK, yang jumlah penyidiknya terbatas. Misalnya harga pembuatan jalan di titik ini Rp 1 miliar per kilometer, tapi di lokasi di dekatnya Rp 600 juta, kan gampang diketahui dengan data yang terbuka.
Apa perbedaan sistem itu dengan sistem anggaran di negara kita?
Persetujuannya gelondongan (di Indonesia). Misalnya, perbaikan jalan seluruh Indonesia Rp 30 triliun. Begitu disetujui DPR pada Oktober, Kementerian Pekerjaan Umum masih harus membaginya ke sekian daerah, menentukan jenis pekerjaan dan pembayaran. Perlu paperwork yang sangat banyak. Kalau pakai sistem anggaran yang detail, kan bisa langsung jalan. Maka, keterlambatan penyerapan anggaran bukan karena KPK memburu koruptor, tapi memang sistem kita enggak siap. Jangan kemudian jadi alasan diskresi.
TIM TEMPO
Dimas Kanjeng Tersangka
Ini Salawat Fulus, Klaim Ajaran Dimas Kanjeng Gandakan Uang
Soal Dimas Kanjeng, Polda: Uang Diganda, Nomor Seri Bagaimana