Tak Diperhatikan, Warga Perbatasan Ancam Jadi WN Malaysia
Editor
Endri Kurniawati
Rabu, 3 Agustus 2016 19:24 WIB
TEMPO.CO, Nunukan -Julius, tokoh masyarakat Simantipal, Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara, mengancam akan menjadi warga negara Malaysia jika pemerintah Indonesia tidak memperhatikan penduduk di daerah perbatasan itu. “Kalau tidak diperhatikan, kami akan angkat kaki ke Malaysia,” ujarnya dengan suara lantang di hadapan ratusan penduduk di Balai Desa Simantipal, Rabu, 3 Agustus 2016.
Julius meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperhatikan nasib masyarakat perbatasan. Menurut dia, Simantipal adalah tugu penjaga perbatasan. Ia yakin, wilayah itu milik Indonesia.
Julius mengakui punya KTP ganda, yaitu Indonesia dan Malaysia. Alasan punya KTP Malaysia bukan lantaran ingin berkhianat memisahkan diri dari tanah kelahirannya. Namun ia mengaku terpaksa karena desakan kebutuhan.
Kepada Tempo, Julius menceritakan pemerintah Malaysia memberikan fasilitas jauh lebih baik dibanding Indonesia. Ia mencontohkan, ketika sakit, dia bisa berobat di Malaysia tanpa biaya. Ia bahkan merasa harus berterima kasih kepada pemerintah Malaysia terhadap fasilitas yang diperoleh.
Bukan hanya fasilitas kesehatan, tunjangan pendidikan bagi tiga anaknya juga diperoleh dari pemerintah Malaysia. Ia mengatakan anaknya yang bersekolah bisa mendapatkan uang Rp 1, 5 juta setiap bulan. Karena itu, ia bisa menerima Rp3 juta.
Simantipal adalah satu dari 28 desa di Nunukan yang berpotensi berpisah dengan Indonesia bila pemerintah tidak serius memperhatikan daerah itu. Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan Indonesia dengan Malaysia, Paulus Murang, mengklaim, 154 ribu hektare lahan di Kalimantan terancam diambil alih Malaysia.
Paulus mengatakan, mengacu perjanjian Inggris dan Belanda, wilayah Simantipal telah diserahkan Belanda kepada Inggris. Namun, ia menyebutkan, secara de facto, wilayah itu belum menjadi milik dua negara tersebut. Yang menguntungkan adalah kelurahan di sana yang menggunakan nama Indonesia. “Kemenangan kita sebenarnya, tapi masyarakat di sana sudah biasa dengan ringgit,” ujarnya.
Paulus menambahkan, warga Simantipal mudah mengakses segala hal di Malaysia. Ia mendesak pemerintah melibatkan masyarakat menyelesaikan sengketa lahan itu. Misalnya pengelolaan wilayah dan diserahkan ke masyarakat Indonesia di perbatasan. Lalu membangun perumahan, tindak lanjut pembangunan jalan, hingga pembukaan perkebunan agar bisa dikelola masyarakat.
DANANG FIRMANTO