Kontroversi Badal Haji, Pemerintah Gelar Mudzakarah
Editor
Mustafa moses
Selasa, 2 Agustus 2016 03:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai, ada beberapa alasan yang membuat ibadah haji bisa digantikan oleh orang lain (badal haji). Namun ketentuan itu sejauh ini masih ditujukan bagi calon jemaah haji reguler. “Kalau ada kondisi, misal meninggal dunia, harus dibadalkan,” ujarnya di Hotel Aryaduta Jakarta, Senin malam, 1 Agustus 2016.
Selain kondisi calon jemaah yang meninggal, pembadalan haji bisa dilakukan apabila calon jemaah sakit. Kategori sakit yang dimaksud yakni calon jemaah tidak bisa dipindahkan dari tempat perawatannya atau rumah sakit. Lalu, kata dia, pembadalan haji bisa dilakukan ketika calon jemaah mengalami disorientasi pikiran atau gangguan ingatan.
Menurut Lukman, kondisi tersebut memungkinkan badal haji dilakukan. Ia menilai, alasan-alasan tersebut perlu diuji kesahihannya secara hukum. Meski ketentuan pembadalan haji sudah diatur oleh pemerintah, ia menilai perlu dilakukan mudzakarah pengkajian. “Mudzakarah kali ini dilakukan untuk menguji apakah regulasi bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
Kementerian Agama hari ini mengundang para ahli, ulama, hingga kalangan akademikus untuk membahas persoalan pembadalan haji secara khusus. Selain untuk menguji regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah, pembadalan haji perlu dikaji agar terjadi penyesuaian peraturan yang sudah ada dengan syariah. Selain itu, bisa dibentuk pedoman konkret pembadalan haji. Ia berharap, dari hasil kajian tersebut, keluar panduan secara jelas perihal pembadalan haji.
Lukman menambahkan, mudzakarah akan mampu menjelaskan perlu tidaknya hingga pedoman rinci soal pembadalan haji. “Misal dalam kondisi apa seseorang bisa dibadalkan hajinya,” ucapnya.
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ali Taher mendukung langkah pemerintah menggelar mudzakarah pengkajian yang membahas persoalan badal haji. Bila perlu, Majelis Ulama Indonesia bisa mengeluarkan fatwa perihal isu pembadalan haji. Tujuannya agar memiliki dasar hukum syariah.
Taher mendukung upaya mitra kerja DPR Komisi VIII tersebut untuk mengatasi persoalan pembadalan haji. Ia berharap, dari hasil kajian, keluar pedoman yang jelas. “Landasan hukumnya jelas, prosesnya jelas, lembaganya tepat sesuai dengan perintah undang-undang yang ada. Waktu pun jelas. Pelaksanaannya jelas,” tuturnya.
DANANG FIRMANTO