IPT 1965, Asvi: Paling Penting Negara Mau Akui Kesalahannya

Reporter

Kamis, 21 Juli 2016 14:10 WIB

Asvi Warman Adam. TEMPO/ Puspa Perwitasari

TEMPO.CO, Jakarta - Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam mengatakan hal yang paling penting dalam menyikapi putusan majelis hakim Pengadilan Rakyat Internasional atau International People’s Tribunal (IPT) adalah negara mau mengakui telah melakukan kejahatan hak asasi manusia di masa lalu. “Memang terjadi kejahatan kemanusiaan,” kata Asvi saat dihubungi lewat telepon, Kamis 21 Juli 2016.

Majelis hakim dari IPT 1965 menyatakan Indonesia telah melakukan kejahatan kemanusiaan atas terjadinya pembunuhan massal pada 1965. Keputusan itu dibacakan oleh ketua majelis hakim Zakeria Jacoob dan ditayangkan melalui pemutaran video di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, kemarin.

Dalam putusannya, disebutkan bahwa Indonesia harus bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan melalui rantai komandonya. Kejahatan yang dimaksud adalah pembunuhan terhadap 400-500 ribu orang. Selain itu terdapat pula penahanan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, dan kekerasan seksual.

Saat ini, menurut Asvi, adalah momentum yang tepat bagi pemerintah Indonesia. Khususnya, Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti laporan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Laporan itu sudah diserahkan sejak empat tahun lalu. "Laporan itu sering diping-pong antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," ujar Asvi.

Asvi menuturkan bahwa laporan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM yang dibuat pada periode 2008-2012, sering diping-pong, karena dianggap ada persyaratan yang belum terpenuhi. “Sekarang Kejaksaan harus fokus.”

Selain itu, Asvi memandang dokumen IPT merupakan sebuah dokumen sejarah yang membuka bahwa memang ada kejahatan, pada masa lalu. Sepuluh poin kejahatan kemanusiaan, yang disebutkan dalam IPT itu menjadi terbukti. “Ada kesaksian seorang perempuan yang dilecehkan tahun 65, diminta berhubungan badan dengan tahanan lain, dan ditonton oleh penjaga.”

Mengenai rekomendasi dari IPT kepada pemerintah Indonesia seperti meminta maaf kepada para korban, memberikan kompensasi kepada korban dan keluarganya, dan melanjutkan penyelidikan dan penuntutan kepada seluruh pelaku, Asvi mengatakan itu bisa dilakukan dalam bentuk pengadilan HAM Ad-hoc, atau pembentukan suatu komisi. “Silakan saja,” ujar dia.

Apabila ada pengadilan Ad-hoc, kata Asvi, bisa dibuat untuk mengadili kasus per kasus. Misalnya, lanjut dia, secara khusus mengangkat perbudakan yang terjadi di Pulau Buru, pada periode 1969-1979. “Apa yang ada di (Pulau) Buru, itu perbudakan,” ucapnya.

Asvi menjelaskan bahwa perbudakan di sana terjadi, karena para tahanan politik dibuang ke sana dan diminta bekerja mengurus pertanian di pulau itu agar subur. Namun mereka tak diberikan upah sepeser pun. “Mereka bebas pun, hanya memakai sepucuk surat.”

DIKO OKTARA

Berita terkait

Respons Gerindra, Jokowi, dan Gibran soal Isu Tambah Kementerian di Kabinet Prabowo

5 menit lalu

Respons Gerindra, Jokowi, dan Gibran soal Isu Tambah Kementerian di Kabinet Prabowo

Isu penambahan kementerian di Kabinet Prabowo mendapat respons dari Presiden Jokowi, Gibran, dan Partai Gerinda. Apa katanya?

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi Resmi Meluncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

24 menit lalu

Presiden Jokowi Resmi Meluncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Pendidikan Dokter Spesialis menjadi penting mengingat rasio dokter dibanding penduduk Indonesia sangat rendah, yakni 0,47 per 1.000 penduduk.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Jokowi ke Bos Apple dan Microsoft hingga Kisruh Penutupan Pabrik Sepatu Bata

1 jam lalu

Terkini: Pesan Jokowi ke Bos Apple dan Microsoft hingga Kisruh Penutupan Pabrik Sepatu Bata

Berita terkini ekonomi dan bisnis pada Selasa siang, 7 Mei 2024, dimulai dari pesan Presiden Jokowi saat bertemu dengan bos Apple dan Microsoft.

Baca Selengkapnya

Fenomena Pabrik Tutup sejak Awal Tahun, Jokowi: Mungkin Efisiensi, Kalah Bersaing..

1 jam lalu

Fenomena Pabrik Tutup sejak Awal Tahun, Jokowi: Mungkin Efisiensi, Kalah Bersaing..

"Karena mungkin efisiensi, karena kalah bersaing dengan barang-barang baru. Banyak hal," kata Jokowi soal fenomena pabrik tutup.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap Pesan yang Terus Disampaikannya ke Bos Apple hingga Microsoft

2 jam lalu

Jokowi Ungkap Pesan yang Terus Disampaikannya ke Bos Apple hingga Microsoft

Presiden Jokowi juga menyayangkan perangkat teknologi dan alat komunikasi yang Indonesia pakai masih didominasi barang-barang impor.

Baca Selengkapnya

Anggukan Jokowi soal Disebut Jadi Penjembatan Prabowo-Megawati

2 jam lalu

Anggukan Jokowi soal Disebut Jadi Penjembatan Prabowo-Megawati

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengungkapkan Presiden Jokowi yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Megawati dan Prabowo

Baca Selengkapnya

Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen: Menumbuhkan Sebuah Optimisme

2 jam lalu

Jokowi soal Pertumbuhan Ekonomi 5,11 Persen: Menumbuhkan Sebuah Optimisme

Presiden Jokowi mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11 persen di kuartal pertama tahun ini patut disyukuri.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut Impor Produk Elektronik Bikin Defisit hingga Rp 30 Triliun Lebih

3 jam lalu

Jokowi Sebut Impor Produk Elektronik Bikin Defisit hingga Rp 30 Triliun Lebih

Jokowi menyayangkan perangkat teknologi dan alat komunikasi yang digunakan di Tanah Air saat ini masih didominasi oleh barang-barang impor.

Baca Selengkapnya

Jokowi Respons Rencana Prabowo Tambah Kementerian hingga 40

3 jam lalu

Jokowi Respons Rencana Prabowo Tambah Kementerian hingga 40

Orang-orang dekat Prabowo menceritakan bahwa Prabowo berupaya membangun koalisi besar untuk menguasai DPR.

Baca Selengkapnya

Seputar Indonesia Digital Test House yang Diresmikan Jokowi Hari Ini

3 jam lalu

Seputar Indonesia Digital Test House yang Diresmikan Jokowi Hari Ini

Jokowi mengharapkan pembukaan Indonesia Digital Test House (IDTH) di BBPPT dapat memperkuat ekosistem digital lokal. Berikut hal-hal seputar IDTH.

Baca Selengkapnya