Presiden Jokowi menunggu kedatangan Anggota dan Ketua BPK, Harry Azhar Azis, di Istana Merdeka, Jakarta, 14 April 2016. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Kharis Almasyhuri mempertanyakan kebijakan Presiden Joko Widodo mengangkat staf khusus bidang intelijen. "Kami tidak diberi tahu terkait dengan adanya staf khusus presiden bidang intelijen. Oleh karena itu, kami kaget karena dengar dari pemberitaan," katanya di Jakarta, Senin, 11 Juli 2016.
Kharis mengatakan bahwa Komisi I DPR akan menanyakan kepada Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyono apakah ada hambatan dalam kinerja lembaga itu sehingga dibentuk staf khusus bidang intelijen untuk menjembatani masalah intelijen.
Menurut Kharis, seharusnya Kepala BIN bertanggung jawab langsung kepada Presiden memberikan informasi sehingga tidak perlu perantara.
"Saya tidak tahu alasan Presiden mengangkat staf khusus bidang intelijen, apa jangan-jangan tidak percaya kepada Kepala BIN atau ada hambatan komunikasi. Hal itu seharusnya tidak boleh ada," ujarnya.
BIN, menurut Kharis, sesuai dengan konstitusi diberikan amanah memberikan informasi secara langsung kepada Presiden.
Menurut Kharis, saat ini dunia intelijen Indonesia mengalami masalah, yaitu terkait dengan koordinasi. Padahal, dalam Undang-Undang Intelijen disebutkan bahwa semua kerja intelijen dikoordinasikan BIN. "Seberapa jauh BIN koordinasikan maka perlu kita lihat lagi atau seberapa jauh BIN koordinasikan namun yang lain jalan sendiri," katanya. ANTARA
Swasembada Gula dan Bioetanol, Kementerian BUMN Gabungkan Danareksa-Perhutani
20 jam lalu
Swasembada Gula dan Bioetanol, Kementerian BUMN Gabungkan Danareksa-Perhutani
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan keterlibatan Kementerian BUMN dalam proyek percepatan swasembada gula dan bioetanol.