Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti bersama Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, mengunjungi korban bom Thamrin Aiptu Suhadi, di RS Abdi Waluyo, Jakarta, 19 Januari 2016. Kapolri berjanji akan memberikan penghargaan terhadap Aiptu Suhadi yang terkena peluru di bagian punggungnya yang ditembak oleh tersangka teroris di pos polisi Thamrin. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengusulkan ada anggaran tambahan penanggulangan terorisme untuk tanggap darurat korban teror. Menurut Arsul, dana tersebut disediakan tidak ada lagi korban teroris yang telantar di rumah sakit.
“Karena tidak ada pihak yang menjamin biayanya,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional Narkotika, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 8 Juni 2016.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menyambut baik usul tersebut. Menurut dia, bila hal itu terealisasi, penanganan korban teror tidak akan simpang-siur.
Haris mencontohkan, saat bom Thamrin meledak beberapa waktu lalu, banyak pihak mengaku siap menanggung semua biaya korban di rumah sakit. “Tapi ketika penagihan, rumah sakit bingung siapa yang bayar,” ucapnya.
Haris mengklaim lembaganya hingga kini masih memberikan bantuan bagi 41 korban teror. Pemberian bantuan terus dilakukan sepanjang korban membutuhkan. “Tidak cuma sampai keluar rumah sakit saja,” katanya.