Tersangka perkara dugaan korupsi dana hibah pada Kamar Dagang Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, 31 Mei 2016. Ia merugikan uang negara dengan korupsi penyalahgunaan dana hibah di Kadin Jawa Timur sebesar Rp5,3 miliar pada 2012, dan pencucian uang di institusi sama senilai Rp Rp1,3 miliar pada 2011. TEMPO/Dian triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menanggapi kritik Mahkamah Agung perihal pengeluaran sprindik berulang dalam perkara La Nyalla Mattalitti. Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, langkah yang dilakukan para jaksa sudah benar.
"Kok disebut tidak arif? Kami justru melaksanakan hukum dengan terukur dan sangat arif," ujar Prasetyo saat dicegat awak media di Kejaksaan Agung, Jumat, 3 Juni 2016.
Sebelumnya, juru bicara Mahkamah Agung Suhadi menyebut Kejaksaan Agung kurang arif dalam menangani perkara La Nyalla. Menurut dia, mereka mengeluarkan sprindik tiap kali dikalahkan di pra peradilan. Hal itu, menurut Suhadi, terkesan tidak menghargai putusan pra peradilan.
Suhadi menyarankan Kejaksaan Agung dan pengadilan untuk bertemu dan mencari solusi atas masalah tersebut. Apalagi, masalah ini sudah terjadi sejak Mahkamah Konstitusi memutuskan penetapan tersangka boleh dipraperadilankan.
Adapun La Nyalla Mattalitti adalah tersangka kasus korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur 2011-2014. Ia disebut menyalagunakan dana hibah Rp 5,3 miliar, dari Rp 52 miliar, untuk keperluan pribadinya seperti pembelian saham perdana Bank Jatim.
Prasetyo melanjutkan bahwa dirinya akan mempertimbangkan saran Suhadi, bertemu dengan Pengadilan untuk mencari solusi sprindik berulang atau penyalahgunaan pra peradilan. Ia mengakui bahwa dalam penegakan hukum diperlukan sinkronisasi ataupun aturan (mekanisme).
"Tapi tidak perlu aturan jumlah praperadilannya. Yang perlu diatur adalah bagaimana praperadilan dilihat dan diputuskan oleh para hakim. Saya lihat tak ada yang pertimbangan hukumnya sama," ujarnya.