Pemkot Surabaya akan Rekonstruksi Eks Markas Radio Bung Tomo

Reporter

Kamis, 19 Mei 2016 19:32 WIB

Polrestabes Surabaya gelar identifikasi di eks markas radio Bung Tomo, Rabu, 11 Mei 2016. TEMPO/MOHAMMAD SYARRAFAH

TEMPO.CO, Surabaya -Pemerintah Kota Surabaya akan merekonstruksi eks markas radio Bung Tomo di Jalan Mawar Nomor 10 Surabaya, yang terlanjur dihancurkan pemiliknya. Namun, sebelumnya akan dilakukan koordinasi dengan beberapa pihak, termasuk pemilik lama, pemilik baru, dan tim arkeolog dari Trowulan.

“Tujuannya untuk mematangkan desain ulang rekonstruksi itu,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Surabaya Wiwiek Widayati saat jumpa pers di Kantor Hubungan Masyarakat Pemkot Surabaya.

Wiwiek tidak memberikan gambaran rekonstruksi itu. Alasannya, arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan belum memberikan rincian bahan bangunan itu. Hanya sebatas potret situasi dan kondisi bangunan cagar budaya itu.

Selain itu, pertemuan dengan beberapa pihak harus dijadwalkan kembali, sehingga dia juga belum bisa memastikan titik-titik yang paling bersejarah. Pemerintah Kota mencari dokumen lama mengenai bentuk bangunan itu, baik dari literatur maupun dari para ahli.

Menurut Wiwiek, meski bangunan aslinya sudah dihancurkan, bangunan hasil rekonstruksi masih bernilai sejarah. Karena cagar budaya di Jalan Mawar itu bukan hanya karena bangunannya, tapi juga lokasinya. “Kalau sudah direkonstruksi nanti tetap menjadi bangunan cagar budaya.”

Seluruh bangunan cagar budaya itu, kata dia, memang boleh direkonstruksi, terutama apabila mengancam jiwa pemiliknya dan struktural bangunan itu sudah lapuk. “Yang penting ada kajian dari arkeolognya serta izin.”

Ahli waris atau pemilik pertama eks markas radio Bung Tomo, Narindrani, 68 tahun, dan Tjintariani (66) membeberkan alasan dijualnya eks markas radio Bung Tomo di Jalan Mawar Nomor 10 Surabaya. Alasan utamanya adalah tingginya biaya untuk merawat bangunan. “Biaya perawatannya sangat tinggi, kami sudah tidak mampu lagi, makanya kami jual,” kata Narindrani kepada Tempo saat ditemui di rumahnya di Surabaya, Senin, 16 Mei 2016.

Menurut Narindrani, untuk biaya air dan listrik, rumah itu membutuhkan Rp 4-6 juta per bulan. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terus naik, hingga pembayaran yang terakhir pada 2015 sebesar Rp20 juta. "Tidak ada bantuan apapun, termasuk yang katanya diskon 50 persen untuk bangunan cagar budaya. Itu tidak ada," kata Narindrani, yang dibenarkan Tjintariani.


Wiwiek mengatakan diskon itu harus melalui pengajuan dari pemilik bangunan cagar budaya seperti diatur dalam peraturan daerah Kota Surabaya. “Sebanyak 50 persen itu untuk dipakai perawatannya.”

Perda potongan PBB itu, kata dia, sebenarnya sudah disosialisasikan sejak beberapa tahun lalu hingga ke kecamatan-kecamatan di Kota Surabaya. Namun, ternyata pemilik eks markas radio Bung Tomo belum mengajukan potongan pajak itu. “Nah, setelah pengajuan itu, baru dinilai apakah dia memenuhi syarat atau tidak.”

Narindrani dan Tjintariani mengatakan bangunan itu resmi menjadi bangunan cagar budaya sejak 1996. Dua tahun kemudian, penetapan bangunan cagar budaya itu turun melalui Surat Keputusan (SK) Wali Kota No.188.45/004/402.1.04/1998. Rumah itu awalnya milik Amin, ayah Narindrani dan Tjintariani yang membelinya dari pemerintah Belanda pada 1973. Amin sudah meninggal dan rumah itu diwariskan kepada kedua putrinya.
MOHAMMAD SYARRAFAH

Berita terkait

Proyek Properti Bermasalah dan Ancaman Warisan Budaya di Yogya

27 September 2017

Proyek Properti Bermasalah dan Ancaman Warisan Budaya di Yogya

Pegiat Warga Berdaya, Elanto Wijoyono menyebut Pemerintah Kota Yogyakarta abai dan tak tegas menerapkan aturan.

Baca Selengkapnya

Eksploitasi Batu Bata Kuno Majapahit Sudah Lama Terjadi

19 April 2017

Eksploitasi Batu Bata Kuno Majapahit Sudah Lama Terjadi

Sudah lama eksploitasi batu bata kuno dari bangunan peninggalan zaman Majapahit yang terpendam dalam tanah di Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan.

Baca Selengkapnya

Markas Radio Bung Tomo Dirobohkan, PT Jayanata: Sudah Rapuh  

20 Juni 2016

Markas Radio Bung Tomo Dirobohkan, PT Jayanata: Sudah Rapuh  

Bos PT Jayanata Kosmetika Prima, Beng Jayanata, mengatakan bangunan cagar budaya eks markas radio Bung Tomo sudah rapuh sehingga dirobohkan.

Baca Selengkapnya

Polisi Serahkan Penyelidikan Eks Markas Bung Tomo ke Pemkot

17 Juni 2016

Polisi Serahkan Penyelidikan Eks Markas Bung Tomo ke Pemkot

Hasil penyelidikan akan diserahkan kepada PPNS yang merupakan gabungan dari Satpol PP dan Disbudpar Pemerintah Kota Surabaya.

Baca Selengkapnya

Markas Radio Bung Tomo, DPRD Akan Panggil Paksa Bos Jayanata  

11 Juni 2016

Markas Radio Bung Tomo, DPRD Akan Panggil Paksa Bos Jayanata  

Selama tiga kali dengar pendapat membahas perobohan bangunan cagar budaya itu, Beng Jayanata tidak mau datang.

Baca Selengkapnya

Polisi Bentuk Tim Selidiki Perobohan Markas Radio Bung Tomo

13 Mei 2016

Polisi Bentuk Tim Selidiki Perobohan Markas Radio Bung Tomo

Tim pertama berfokus pada sejarah bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Sedangkan tim kedua menyelidiki perusakannya.

Baca Selengkapnya

Ini Hasil Penelitian Cagar Budaya Soal Eks Markas Bung Tomo

10 Mei 2016

Ini Hasil Penelitian Cagar Budaya Soal Eks Markas Bung Tomo

"Bisa saja itu dikembalikan seperti asalnya jika Pemkot Surabaya bersedia mencari semua bahan bangunan itu sama persis dengan asalnya."

Baca Selengkapnya

Usut Perobohan Markas Radio Bung Tomo, Bos PT Jayanata Absen

10 Mei 2016

Usut Perobohan Markas Radio Bung Tomo, Bos PT Jayanata Absen

DPRD Surabaya berang karena PT Jayanata hanya mengirim utusan yang tidak paham persoalan.

Baca Selengkapnya

Atraksi di Candi, Pemerintah Kirimi Surat Komunitas Parkour

14 April 2016

Atraksi di Candi, Pemerintah Kirimi Surat Komunitas Parkour

Atlet dan kameramen mengklaim spontan.

Baca Selengkapnya

Parkour di Candi, Pemerintah Tagih Tanggung Jawab Red Bull  

13 April 2016

Parkour di Candi, Pemerintah Tagih Tanggung Jawab Red Bull  

Hilmar Farid mengatakan tak ada permintaan izin dari Red Bull untuk pengambilan gambar iklan itu kepada pemerintah.

Baca Selengkapnya