Seoarang aktifis perempuan memegang sapnduk save our Sisters saat aksi solidaritas untuk YY di bawah jembatan Fly Over, Makassar, Sulawesi Selatan, 4 Mei 2016. Menurut data mereka kasus kekerasan seksual naik menjadi peringkat kedua keseluruhan kasus terhadap perempuan .TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO.CO, Semarang - Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Jawa Tengah mendesak pemerintah dan DPR menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual.
Kepala Divisi Monitoring, Informasi, dan Dokumentasi LRC-KJHAM Jawa Tengah Witi Muntari menyatakan RUU itu dibuat untuk menghentikan kasus kekerasan terhadap perempuan. “Selama November 2014 hingga November 2015, ada 477 kasus dengan 1.227 orang perempuan menjadi korban kekerasan,” katanya kepada Tempo di Semarang, kemarin.
RUU ini, kata Witi, juga mengatur peran dan tugas lembaga negara, korporasi, serta lembaga masyarakat untuk menghapus kekerasan seksual. “Pengaturan ini tidak ada dalam KUHP, KUHAP, dan peraturan perundang-undangan lain,” ujarnya.
Ketua Komisi Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (KPK2BGA) Jawa Tengah Soka Handinah Katjasungkana menyatakan pada semester I/2015 terjadi kekerasan terhadap 565 orang, sebagian besar perempuan. Angka ini meningkat dibanding periode yang sama 2014 sebanyak 561 orang.
Kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahun meningkat. Pada 2012 ada 393 kasus, pada 2013 menjadi 766 kasus, dan 2014 terjadi 679 kasus. Yang paling banyak adalah kekerasan fisik. Pada 2012 ada 322 kasus, pada 2013 sebanyak 242 kasus, dan pada 2014 terjadi 429 kasus.
Sedangkan kekerasan terhadap anak pada 2014 ada 799 kasus. Rinciannya, sebanyak 152 korban adalah laki-laki dan 627 anak perempuan. “Mayoritas kekerasan seksual. Korbannya anak perempuan,” kata Handinah. Data itu dari monitoring KPK2GBA, laporan pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak Jawa Tengah, serta laporan masyarakat.