Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas (kiri) didampingi GKR Mangkubumi (kedua kanan) menyiramkan air kepada cucunya, Raden Ajeng Artie Ayya Fatimasari pada prosesi siraman dalam rangkaian upacara Tarapan di Ndalem Wironegaran, Yogyakarta, 20 September 2015. Tradisi ini merupakan perayaan peralihan seorang gadis yang beranjak dewasa. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah GKR Hemas meminta Dewan Perwakilan Rakyat segera menuntaskan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Ini mendesak pasca-pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Yuyun, 14 tahun, siswi sekolah menengah pertama di Bengkulu.
"Saatnya RUU Kekerasan Seksual segera dituntaskan, agar tak ada lagi Yuyun lain yang menjadi korban," ucap Hemas dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 4 Mei 2016.
Hemas mengatakan darurat kekerasan seksual pada perempuan dan anak sudah digaungkan sejak tahun lalu, setelah angka kekerasan dalam lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Kala itu, data Komisi Nasional Perlindungan Perempuan menyebutkan, dari semua kasus kekerasan yang dialami perempuan, 65 persen di antaranya kasus kekerasan seksual. Berdasarkan data Komnas Perlindungan Anak Indonesia, kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak mencapai 58 persen.
Menurut Hemas, terdapat sejumlah alasan yang memicu kasus kekerasan seksual terus berulang, seperti masih tingginya keengganan melaporkan kasus (anggapan bahwa ini aib yang tabu untuk dibuka), kurang terbukanya penanganan kasus sehingga korban ketakutan mengalami kekerasan berlapis dengan proses hukum yang harus dilalui, dan lemahnya ancaman hukuman terhadap pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Hemas menuturkan dengan disegerakannya pembentukan payung hukum yang lebih kuat diharapkan mampu memberi efek jera. Pihaknya akan turut serta secara aktif memastikan RUU ini dapat memberikan jaminan perlindungan kepada korban dan keluarganya. Selain itu, RUU ini dipastikan akan menjadi hukum formal yang dapat membuat pelaku atau calon pelaku berpikir ulang dan mengurungkan niatnya sebelum melakukan kekerasan, yaitu dengan membuat hukuman kekerasan seksual jauh lebih berat daripada yang selama ini berlaku.
"Kami harus menghentikan kejahatan seksual ini dengan gerakan masyarakat yang saling peduli, penyelenggara negara melindungi, dan penegak hukum yang sigap serta adil," kata Hemas.