Simposium Tragedi 1965, Pengamat: Tidak Ada Solusi Tunggal  

Reporter

Selasa, 19 April 2016 16:42 WIB

Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, berbicara dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, 18 April 2016. Simposium ini diadakan guna menemukan penyelesaian masalah Tragedi 1965. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Koalisi Keadilan untuk Pengungkapan Kebenaran, Kumala Candrakirana, beranggapan tak ada jalan tunggal untuk menyelesaikan kasus tragedi kemanusiaan 1965. Sebab, kata dia, pelanggaran yang terjadi pada saat itu beragam bentuk.

"Ada pembasmian, perampasan, penyeragaman paham, kekerasan antarwarga, kekerasan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi," ujar Kumala dalam acara “Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965” di Jakarta, Selasa, 19 April 2016.

Menurut Kumala, upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa 1965 harus mengandung sedikitnya enam unsur atau yang dia sebut sebagai “satya pilar”. Salah satunya integritas penegak hukum. "Penegakan hukum di Indonesia cenderung masih mudah diintervensi dan tak adil," ujarnya.

Unsur lainnya adalah rekonsiliasi, yakni negara mengakui terlibat dalam tragedi 1965 dan mengungkapkan kebenaran seluruhnya. Korban, menurut Kumala, berhak atas permintaan maaf dan penjelasan dari pihak pemerintah.

Unsur ketiga adalah pemulihan korban, yaitu memulihkan martabat korban tragedi 1965 yang kerap diasingkan oleh masyarakat dan memastikan mereka memperoleh bantuan pendidikan dan ekonomi yang setara. "Pengakuan menjadi unsur yang keempat. Selama ini, pengakuan dari negara sangat kurang terhadap korban," ucap Kumala.

Terakhir, unsur kelima dan keenam, adalah partisipasi korban dan pembaruan kebijakan. Kumala menganggap korban tak bisa dipisahkan dari upaya penyelesaian perkara 1965 karena sedikit banyak mereka tahu kebenaran dari perkara itu. "Ini unsur paling penting menurut saya."

Adapun pembaruan kebijakan, ujar Kumala, diperlukan agar upaya-upaya penyelesaian yang dilakukan memiliki kekuatan hukum. Dengan begitu, upaya hukum itu juga bisa menyeluruh dan berlaku nasional. "Rekomendasi saya, gunakan satya pilar ini. Bentuk komite ad hoc di bawah Presiden untuk penyelesaiannya dan beri jaminan keamanan bagi pembuka dialog," ujar Kumala.

ISTMAN M.P.

Berita terkait

Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

18 November 2023

Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

Anies Baswedan mengatakan, pihaknya memahami betul bahwa Indonesia adalah sebuah negeri yang berdasar Pancasila.

Baca Selengkapnya

Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

28 September 2023

Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

Menjelang meletusnya G30S 1965, situasi politik sangat tegang. PKI dan TNI bersitegang soal angkatan kelima.

Baca Selengkapnya

Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

5 Mei 2023

Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

Pemikiran Karl Marx dituangkan pada sejumlah buku, dua di antaranya adalah Das Kapital dan Communist Manifesto.

Baca Selengkapnya

Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

26 Februari 2023

Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

Tan Malaka salah satu pahlawan nasional, dengan banyak nama. Pemikirannya tentang konsep bangsa Indonesia diserap Sukarno - Hatta.

Baca Selengkapnya

Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

7 Januari 2023

Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

PM Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan tak akan menerima LGBT, sekularisme, dan komunisme di pemerintahannya. Ia mengatakan telah difitnah.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

29 November 2022

Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan pasal 188 tidak akan mencederai kebebasan berpikir dan berpendapat.

Baca Selengkapnya

Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

29 November 2022

Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

Anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, menilai perlu ada tafsir ketat terhadap pasal 188 RKUHP.

Baca Selengkapnya

5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

26 September 2022

5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

G30S menjadi salah satu peristiwa kelam perjalanan bangsa ini. Berikut situasi-situasi menjadi penyebab peristiwa itu, termasuk dampak setelah G30S.

Baca Selengkapnya

Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

11 Juli 2022

Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

RKUHP juga menyebut penyebaran ideologi komunisme atau marxisme-leninisme juga diancam penjara, kecuali belajar untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Baca Selengkapnya

Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

1 Juni 2022

Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

Pemerintah belakangan menetapkan Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional. Sejak kapan hal tersebut berlaku?

Baca Selengkapnya