Gedung Bank Jatim, Jalan Basuki Rachmad, Surabaya, Jawa Timur. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Sidoarjo - Sidang kasus kredit usaha rakyat (KUR) fiktif yang menyeret sembilan pegawai Bank Jatim Cabang Jombang senilai Rp 19 miliar tahun 2010-2012 terus bergulir, Rabu, 13 April 2016. Sidang yang dilaksanakan di Ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya itu digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Saksi yang dihadirkan adalah Warisanto, Waris, dan Sunarsih, masing-masing warga Jombang. Mereka adalah tiga dari 55 debitur yang mengajukan KUR fiktif. Dalam persidangan, terungkap bawah ketiganya hanya dimanfaatkan oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab
Warisanto, misalnya, mengaku tidak tahu menahu mengenai pengajuan kredit usaha rakyat yang mengatasnakaman dirinya itu. "Saya hanya disodori berkas dan disuruh tandangan di notaris dan kantor Bank Jatim Cabang Jombang oleh pengurus koperasi," kata Warisanto.
Dari total pengajuan KUR senilai Rp 300 juta, dia mengaku hanya menerima Rp 500 ribu. Selebihnya diambil pengurus koperasi dan seseorang yang mempunyai jaminan sertifikat tanah sawah. Rinciannya, Rp 225 juta masuk ke koperasi melalui pengurus dan Rp 75 juta dibawa pemilik sertifikat tanah.
Pengajuan kredit Sunarsih dan Waris pun sama. Masing-masing hanya menerima Rp 40 juta dari total pengajuan Rp 500 juta serta Rp 180 juta dari total Rp 400 juta. Sisanya dinikmati oleh pengurus koperasi yang sama dan sejumlah anggota Dewan yang membantu mereka mendapatkan pinjaman itu.
Kuasa hukum salah satu terdakwah, Ignatius Boli Lasan, mengatakan dari seluruh keterangan saksi tersebut bisa disimpulkan bahwa semuanya diarahkan dan dibawa oleh pengurus koperasi. "Orang-orang itu yang mempersiapkan seluruh dokumen untuk ditandantangi oleh para debitur," katanya.
Setelah kredit cair, lanjut dia, sebagian besar uangnya dipakai para pengurus koperasi dan sejumlah anggota Dewan. "Jadi orang-orang ini cuma dipakai nama dan mereka tidak mengerti baik menyangkut proses pemberian pinjam maupun jaminan lahan."
Orang-orang inilah, menurut dia, disebut dengan ultime debitur yang sebelum pemberian pinjaman sudah negoisasi terlebih dahulu dengan kepala cabang. "Orang-orang koperasi dan sejumlah anggota dewan yang disebut-sebut tadi itulah yang sebenarnya pelaku utamanya, bukan malah pegawai Bank Jatim" ujarnya.