PKL Yogya Bayar Biaya Banding dari Uang Saweran Warga

Reporter

Rabu, 24 Februari 2016 23:01 WIB

Jalan Malioboro, Yogyakarta. ANTARA/Noveradika

TEMPO.CO, Yogyakarta - Lima pedagang kaki lima (PKL) yang kalah dalam kasus sengketa tanah keraton melawan Eka Aryawan, sebagai pemegang kekancingan atau hak pinjam pakai atas tanah keraton tersebut, resmi mengajukan banding di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Rabu, 24 Februari 2016. Adapun untuk biaya administrasi para pedaganga harus membayar Rp 2 juta. Uang itu berasal dari hasil saweran warga Yogyakarta. "Bayar dari uang saweran melalui bank," kata Agung Budisantoso, salah satu pedagang kaki lima.

Pada 11 Februari 2016 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta memutuskan lima pedagang kaki lima untuk mengosongkan lahan milik keraton yang mereka tempati di Jalan Brigjen Katamso, Gondomanan, Yogyakarta. Kelima pedagang tersebut, Budiono, Sutinah, Suwarni, Agung dan Sugiyadi.

Diwakili oleh Agung dan Sugiyadi, para pedagag datang dengan membawa kardus berisi uang saweran untuk membayar uang administrasi ke Bank BTN Kusumanegara. Agung menyatakan, uang saweran dari warga Yogyakarta yang prihatin atas kasus ini terkumpul sebanyak Rp 3,3 juta. "Kami belum mau pindah. Tetap jualan hingga perjuangan akhir," kata Sugiyadi.

Baharudin Kamba, koordinator pengumpulan koin untuk kelima pedagang itu menyatakan, pengumpulan koin tetap dilakukan hingga upaya hukum selesai. Uang yang terkumpul itu selain digunakan untuk membayar admisntasi banding juga untuk membayar biaya perkara di persidangan tingkat pertama sebesar Rp 1,2 juta. "Kami tetap kumpulkan koin keprihatinan," kata dia.

Penasehat Hukum kelima pedagang dari Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Rizky Fatahilah mengatakan landasan mengajukan banding karena ada pertimbangan hakim yang salah. Selain itu, kata dia seharusnya kalau mau adil, pihak keratonlah yang seharusnya digugat. "Seharusnya justru keraton yang digugat karena menyewakan lahan yang belum beres urusannya," kata dia.

Sebab, dasar hukum yang digunakan hakim adalah hukum sewa menyewa. Seperti jika orang mau menyewakan kamar kos tetapi masih ditempati oleh penyewa lain. Maka penyewa baru urusannya dengan pemilik kos.

Meski menghukum kelima pedagang untuk mengosongkan lahan, majelis hakim yang diketuai oleh Suwarno, menolak tuntutan Eka agar tergugat membayar ganti rugi Rp 1,12 miliar. Menurut hakim, tanah tersebut milik keraton yang tidak boleh disewakan kembali. Dalam putusannya majelis hakim meminta kepada kelima tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1,186 juta.

Hakim berpendapat kelima pedagang itu terbukti bersalah karena menempati tanah yang merupakan hak penggugat. Eka mendasarkan pada surat kekancingan yang ia peroleh dari Panitikismo, Keraton Yogyakarta dengan nomor 203/HT/KPK/2011. Selama ini, Eka telah membayar biaya sewa sebesar Rp 274 ribu per tahun atas lahan seluas 73 meter persegi itu kepada keraton.

MUH SYAIFULLAH


Berita terkait

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

1 hari lalu

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek Gelar Syawalan, Hadirkan Budaya Yogyakarta

Trah Hamengku Buwono se-Jabodetabek menggelar syawalan, hadirkan Budaya Yogyakarta antara lain sendratari dan prajurit keraton Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

22 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

24 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

33 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

53 hari lalu

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

54 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

55 hari lalu

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

27 Februari 2024

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.

Baca Selengkapnya

Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

12 Februari 2024

Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

Upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta ini merupakan tradisi ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan alam

Baca Selengkapnya

Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

11 Februari 2024

Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

Dua abad lalu, Keraton Yogyakarta pernah dijarah tentara Inggris, tapi keraton tidak hancur dan mash bertahan sampai saat ini.

Baca Selengkapnya