UGM: Jokowi Harus Tolak Revisi UU KPK, Bukan Menunda  

Reporter

Editor

Zed abidien

Selasa, 23 Februari 2016 11:23 WIB

Sejumlah massa dari Koalisi Masyarakat Sipil dan Seniman berunjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta, 17 Februari 2016. Massa membawa berbagai poster penolakan terhadap rencana Revisi UU KPK yang berisi upaya pelemahan kinerja KPK dalam memberantas korupsi. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada menilai penundaan pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi adalah langkah keliru. Meskipun sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Dewan Perwakilan Rakyat, seharusnya pembahasan revisi UU KPK itu ditolak dan dihentikan.

"Prolegnas itu bukan harga mati. Mekanisme Prolegnas tersebut kesepakatan usul antara Presiden dan DPR. Logika sederhananya, kalau banyak penolakan publik, Prolegnas bisa diubah," kata peneliti Pukat UGM, Hifdzil Alim, Selasa, 23 Februari 2016.

Sebab, kata dia, penetapan Prolegnas itu berdasarkan jumlah masuknya undang-undang per tahun. Namanya saja program legislasi, jadi kalau programnya tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, harus direvisi. "Jadi bukan Undang-Undang KPK yang perlu direvisi, tapi prolegnas-nya yang direvisi," ujarnya.

Hifdzil menegaskan, pilihan Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang KPK bukan pilihan tepat. Arus publik yang mendorong penolakan revisi itu didasarkan pada substansi revisi yang dapat melemahkan KPK. "Semestinya, Presiden bisa tegas soal ini. Artinya, seharusnya yang muncul bukan kata tunda, tapi tolak," tuturnya.

Penundaan revisi UU KPK, kata Hifdzil, tidak menyelesaikan inti masalah berupa pelemahan KPK melalui undang-undang. Dalam beberapa bulan berikutnya, bisa jadi usul revisi akan diterbitkan lagi. Gelombang penolakan akan muncul lagi. Bahkan lebih besar. "Presiden harus mendengarkan masukan dan kritik publik. Pilihannya hanya ada satu, tolak revisi UU KPK, bukan tunda revisi," ucapnya.

Sebenarnya, kata dosen ilmu hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini, tidak ada larangan merevisi peraturan perundang-undangan. Namun yang dilarang adalah revisi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Ia menyebutkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 5 huruf a bahwa pembentukan (termasuk revisi) peraturan perundang-undangan harus berdasarkan asas kejelasan tujuan.

Dari sini saja revisi Undang-Undang KPK sudah bertentangan. Tujuan membatasi izin penyadapan, misalnya, tidak sesuai dengan pemberantasan korupsi. Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juga menyatakan UUD 1945 adalah hukum dasar dari peraturan perundang-undangan.

"Jadi bukan revisinya yang dilarang, tapi tujuan dan substansi revisi Undang-Undang KPK itu yang dilarang karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," kata Hifdzil.

MUH SYAIFULLAH

Berita terkait

Diperpanjang hingga 2061, Ini Kronologi Kontrak Freeport di Indonesia

8 jam lalu

Diperpanjang hingga 2061, Ini Kronologi Kontrak Freeport di Indonesia

Pemerintah memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia hingga 2061 setelah kontrak mereka berakhir pada 2041 dengan kompensasi penambahan saham 61%

Baca Selengkapnya

Gibran Sebut Siapkan Roadmap Soal Partai Politiknya ke Depan

9 jam lalu

Gibran Sebut Siapkan Roadmap Soal Partai Politiknya ke Depan

Gibran mengaku telah memiliki roadmap untuk partai politik yang dipilihnya setelah tak bergabung lagi dengan PDIP.

Baca Selengkapnya

Apple dan Microsoft Bilang ke Jokowi Mau Investasi di Indonesia, Ahli ICT Beri Catatan Ini

11 jam lalu

Apple dan Microsoft Bilang ke Jokowi Mau Investasi di Indonesia, Ahli ICT Beri Catatan Ini

Ahli ini menyatakan tak anti investasi asing, termasuk yang dijanjikan datang dari Apple dan Microsoft.

Baca Selengkapnya

Kontrak Freeport Diperpanjang hingga 2061, Bahlil: Kita Kembalikan Milik Orang Indonesia

12 jam lalu

Kontrak Freeport Diperpanjang hingga 2061, Bahlil: Kita Kembalikan Milik Orang Indonesia

Pemerintah bakal memperpanjang kontrak PT Freeport hingga 2061. Menteri Bahlil Lahadalia klaim Freeport sudah jadi perusahaan milik Indonesia.

Baca Selengkapnya

Panen Jagung di Sumbawa, Presiden Tekankan Pentingnya Jaga Keseimbangan Harga

12 jam lalu

Panen Jagung di Sumbawa, Presiden Tekankan Pentingnya Jaga Keseimbangan Harga

Presiden Joko Widodo, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan harga baik ditingkat petani, pedagang maupun peternak

Baca Selengkapnya

Hardiknas 2024: Jokowi dan Nadiem Makarim Sampaikan Pesan Ini

13 jam lalu

Hardiknas 2024: Jokowi dan Nadiem Makarim Sampaikan Pesan Ini

Apa pesan Presiden Jokowi dan Mendikburistek Nadiem Makarim dalam peringatan Hardiknas 2024?

Baca Selengkapnya

Harga Jagung Anjlok karena Panen Raya, Jokowi: Kurang Baik untuk Petani

13 jam lalu

Harga Jagung Anjlok karena Panen Raya, Jokowi: Kurang Baik untuk Petani

Jokowi mengatakan panen raya jagung terjadi mulai dari Sumbawa Barat, Dompu, hingga Gorontalo.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Jokowi Resmikan Bendungan Tiuk Suntuk di NTB, Respons BTN Atas Dugaan Raibnya Uang Nasabah

13 jam lalu

Terkini Bisnis: Jokowi Resmikan Bendungan Tiuk Suntuk di NTB, Respons BTN Atas Dugaan Raibnya Uang Nasabah

Presiden Joko Widodo alias Jokowi meresmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Selengkapnya

Kaesang Sebut Ayahnya Bakal Bantu Kampanye di Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI Lah

14 jam lalu

Kaesang Sebut Ayahnya Bakal Bantu Kampanye di Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI Lah

Presiden Joko Widodo alias Jokowi buka suara soal dirinya yang disebut akan membantu Partai Solidarits Indonesia (PSI) kampanye untuk Pilkada.

Baca Selengkapnya

Timnas U-23 Indonesia vs Irak Digelar Malam Ini, Jokowi: Menang, Insyaallah

14 jam lalu

Timnas U-23 Indonesia vs Irak Digelar Malam Ini, Jokowi: Menang, Insyaallah

Jokowi optimistis Timnas U-23 Indonesia bisa mengalahkan Irak dalam laga perebutan peringkat ketiga Piala Asia U-23 2024 Kamis malam ini.

Baca Selengkapnya