TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terpaksa menutup program kemandirian energi sejak Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mulai diberlakukan. Pasalnya, undang-undang itu mewajibkan pengelolaan program energi oleh pemerintah provinsi.
"Salah satu program kemandirian energi yang kami hentikan sejak UU Pemerintahan Daerah itu berlaku adalah pembangunan instalasi biogas yang sudah dimulai sejak 2014-2015," ujar Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan ESDM Gunungkidul Hidayat Senin 15 Februari 2016.
Padahal Gunungkidul sejak 2013 telah mencanangkan sebagai wilayah mandiri energi untuk mengurangi ketergantungan pemakaian elpiji dan menggantinya dengan penggunaan biogas. Biogas merupakan sumber pembakaran berbahan baku limbah kotoran ternak khususnya sapi atau limbah lain yang mengandung unsur kimia metana (CH4).
Sejak 2014 hingga 2015, pemerintah Gunungkidul telah membangun separo dari target awal 500 unit instalasi biogas yang diberikan cuma-cuma pada kalangan kelompok peternak. Instalasi biogas yang bersifat komunal ini mampu membantu pengurangan penggunaan elpiji secara signifikan, khususnya tingkat rumah tangga.
"Dengan 140 ribu populasi sapi di Gunungkidul, jika seluruhnya sudah memanfaatkan biogas ini, kami yakin kuota untuk elpiji merosot drastis, bisa sampai lebih dari 50 persen," ujar Hidayat. Kuota tahunan elpiji ukuran tiga kilogram di Gunungkidul berkisar 30 ribu tabung.
Namun dengan instalasi biogas yang sudah berhasil dibangun pemerintah saat ini, Hidayat memperkirakan belum ada 10 persen kotoran dari populasi sapi termanfaatkan untuk biogas. “Semoga pemerintah provinsi meneruskan program ini,” ujar Hidayat.
Kalangan pengguna biogas terutama pelaku industri kecil di Gunungkidul merasa terbantu dengan sumber bahan bakar yang berasal dari kotoran ternak itu. Kotoran ternak akhirnya tak hanya diolah menjadi bahan pupuk, tapi juga bahan bakar meski belum sepenuhnya menutup seluruh kebutuhan rumah tangga. "Cukup membantu mengurangi pengeluaran untuk membeli tabung elpiji yang sebulan bisa habis tiga tabung," ujar perajin tahu Dusun Sumbermulyo Kecamatan Kepek Wonosari Cahyo Pangaribowo.
Cahyo menuturkan, sejak empat tahun ini telah memakai sumber pembakaran biogas yang instalasinya dia pasang sendiri. Satu-satunya kendala yang dihadapi saat penggunaan biogas itu hanya saat musim kemarau. "Karena kotoran ternak harus dicampur air, dan airnya pas kemarau susah, akhirnya diselingi elpiji lagi," ujarnya.