Simpan Limbah Beracun, Pemilik Pabrik Ini Terancam Pidana
Editor
Dewi Rina Cahyani
Jumat, 5 Februari 2016 23:00 WIB
TEMPO.CO, Karawang - Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel perusahaan berinisial PT SBP pada Kamis, 4 Februari 2016. Pabrik yang bertempat di Jalan Kosambi Curug, Desa Sumurkondang, Kabupaten Karawang itu kepergok menimbun ratusan ton limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) tanpa sesuai aturan. "Temuan kami, limbah-limbah beracun itu dikubur di 4 hektare tanah," ucap Neneng, Kurniasih, seorang PPNS, saat ditemui Tempo usai penyegelan.
Antonius Sardjanto, Kepala Subdirektur Penyidikan Pencemaran Lingkungan Hidup, KLHK mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan, PT SBP dipastikan tersandung perkara pidana karena terbukti melanggar Undang - undang nomor 72 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. "Tanpa mengantongi izin, mereka melakukan pengelolaan limbah, bahkan melakukan dumping limbah ke media lingkungan (ke dalam tanah),"kata Antonius saat dihubungi lewat telepon, Kamis malam, 5 Februari 2016.
Pantauan Tempo, tumpukan karung berisi material berwarna hitam masih menumpuk di sekitar 2 gudang milik SBP. Neneng mengatakan, material itu adalah bottom ash. "Sementara 600 ton limbah di dalam tanah, sudah dipindahkan," ujar Neneng.
PT SBP telah memindahkan 600 ton limbah dari TKP tanpa seizin penyidik KLHK. "Kini mereka tidak bisa memindahkan limbah-limbah itu, karena sudah kami police line,"kata Neneng.
Neneng mengatakan, dalam prakteknya, PT SBP telah menyalahi dokumen pengelolaan lingkungan hidup bagi rencana dan kegiatan usaha. "Pada awal berdiri, UKL & UPL PT BSP adalah pabrik pembuat bahan bangunan, tapi pada prakteknya mereka menampung limbah-limbah dari berbagai perusahaan," ujarnya.
Hal itu sempat diketahui oleh masyarakat sekitar. Pada 2013, KLH menerima pengaduan dari masyarakat ihwal aktivitas pencemaran yang dilakukan PT SBP. "Dari depan, pabrik itu terlihat kecil, namun jika sudah masuk pabrik itu memiliki lahan seluas 9 hektare. Punya danau buatan. Di sebelah danau itulah limbah -limbah dikubur," beber Neneng.
Modus operandi perusahaan itu adalah menerima jasa transporter limbah B3 dengan izin PT SBP di Jakarta. Namun, limbah tersebut malah dibawa ke salah satu lokasi perusahaan milik PT SBP di Desa Sumurkondang untuk dibuat batako dan ditimbun dalam bekas galian pasir.
"SBP terima uang dari perusahaan penghasil limbah. Limbah itu malah
ditimbun. Prakteknya jelas salah dan sangat menyalahi aturan," kata Antonius.
Antonius menyatakan, PT SBP dituntut pasal berlapis, yakni pasal 103,104,116 dan 119 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan hukuman satu tahun hingga 4 tahun penjara dengan denda Rp 3 miliar.
Dari salinan BAP yang diterima Tempo, beberapa perusahaan disebut-sebut menggunakan jasa PT SBP untuk mengelola limbah mereka. "Padahal jelas-jelas PT SBP tidak pernah punya izin pengelolaan limbah," kata Neneng.
HISYAM LUTHFIANA