Dalam Sidang, Dewie Limpo Minta 7 Persen Dana Pengawalan
Editor
Rusman Paraqbueq
Senin, 11 Januari 2016 16:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dua orang terdakwa kasus dugaan suap kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dewie Yasin Limpo, Irenius Adii dan Setiady Yusuf menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin hari ini, 11 Januari 2016. Irenius Adii adalah Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Deiyai, Papua Barat, dan Setiady Jusuf adalah pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih.
"Irenius dan Setiady memberikan uang sebesar Sin$ 177.700 kepada Dewie Yasin Limpo selaku penyelenggara negara," kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tipikor pada Senin, 11 Januari 2016.
Fitroh mengatakan uang tersebut diberikan agar Dewie mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat untuk pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua. Jaksa mengungkapkan awal mula kasus suap tersebut.
Jaksa mengatakan, kasus ini bermula ketika Irenius Adii hendak membangun pembangkit listrik di Deiyai lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena di daerahnya tidak ada listrik. Tapi, dana APBD Deiyai tidak mencukupi.
<!--more-->
Lalu lulusan Institut Teknologi Surabaya membuat proposal usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik tahun 2015 yang diajukan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Saat akan mengajukan proposal ini, Irenius bertemu dengan Sekretaris Pribadi Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso, dan meminta dipertemukan dengan politikus Partai Hanura tersebut. Tujuannya, agar Dewie menyetujui proposal pembangkit listrik di Deiyai.
Pada Maret 2015, Dewie mengenalkan Irenius kepada pejabat di Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) Kementrian ESDM, Rida Mulyana. Selanjutnya Dewie meminta Irenius menyiapkan dana pengawalan untuk mengurus anggaran proyek pembangkit listrik tersebut di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Irenius menyanggupi permintaan Dewie tersebut. Setelah itu, proposal proyek listrik itu dikirim ke Kementrian ESDM, Kementrian Keuangan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Empat bulan setelah pertemuan itu, Dewie lewat Rinelda menanyakan dana pengawalan yang dijanjikan Irenius. Tapi Irenius mengatakan dana pengawalan belum siap.
Masih dalam dakwaan Jaksa, pada Agustus 2015, Rinelda menghubungi dan meminta Irenius agar proposal proyek tersebut diperbaiki. Rinelda meminta Irenius membuat proposal sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik Energi Baru dan Terbarukan. Sebulan berikutnya, proposal perbaikan itu diserahkan ke Ditjen EBTKE.
Selanjutnya, Irenius kembali bertemu dengan Dewie pada 28 September 2015. Dalam pertemuan ini, Dewie menetapkan jumlah dana pengawalan yang harus disiapkan Irenius sebesar 10 persen dari usulan anggaran. Irenius menyanggupinya.
Pada 11 Oktober 2015, Irenius kembali menghubungi Rinelda. Ia menanyakan perkembangan proposal proyek listrik tersebut. Namun Rinelda mengatakan kepada Irenius agar menyediakan dana terlebih dahulu.
<!--more-->
Irenius menyampaikan kepada Rinelda jika sudah ada pengusaha yang bersedia menyediakan dana pengawalan. Tapi dengan syarat pengusaha tersebut mendapat jaminan menjadi pelaksana proyek pembangkit listrik itu. Pengusaha yang dimaksud Irenius adalah adalah bos PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiady Jusuf.
Dua hari kemudian, Irenius dan Rinelda mendatangi kantor Kementrian ESDM. Di sana mereka mendapat informasi jika proyek yang dianggarkan melalui APBN harus dilelang di Kementrian. Irenius pun meminta Rinelda mengupayakan proyek listrik di Deiyai lewat dana Tugas Pembantuan. Karena ia berharap Pemkab Dieyai bisa melakukan proses lelang dengan maksud Setiady Jusuf sebagai pelaksana proyek.
Permintaan ini disampaikan kepada Dewie. Lalu Dewie berjanji akan berbicara dengan Dirjen EBTKE. Sehari setelahnya Dewie mengatakan akan berbicara dengan Anggota Badan Anggaran DPR dan ada mekanisme penganggaran melalui Dana Aspirasi sebesar Rp 50 miliar. Tapi lagi-lagi Dewie meminta Irenius agar menyiapkan dana pengawalan sebesar Rp 2 miliar.
Irenius dan Setiady pun bertemu dengan Dewie pada 18 Oktober 2015. Mereka bersepakat bahwa Setiady akan memberikan dana pengawalan sebesar 7 persen dari usulan anggaran. Syaratnya, uang akan dikembalikan jika proyek gagal.
<!--more-->
Dewie meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan itu sebelum pengesahan APBN 2016 melalui Rinelda. Dewie juga memerintahkan Rinelda agar berkoordinasi dengan Bambang Wahyuhadi.
Pada 20 Oktober 2015, Setiady menyerahkan uang sebesar Sin$177.700 kepada Dewie melalui Rinelda beserta surat perjanjian yang berisi kesepakatan mereka sebelumnya. Setiady juga memberikan uang kepada Irenius dan Rinelda masing-masing Sin$ 1 ribu. Tak lama setelah penyerahan uang ini, KPK menangkap mereka di dua tempat terpisah.
Atas perbuatannya, Irenius dan Setiady didakwa Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
VINDRY FLORENTIN