Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali, Aburizal Bakrie, memberikan keterangan pers terkait kemenangan kubunya atas gugutannya di Mahkamah Agung. TEMPO/Ridian Eka Saputra
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie menganggap langkah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang mencabut surat keputusan mengenai kepengurusan partai berlambang beringin itu, sudah benar. Yasonna mencabut pengesahan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol pimpinan Agung Laksono tapi sekaligus tak mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Bali, yang dipimpin Aburizal.
“Tapi sesudah itu, dia (Menteri Hukum Yasonna) harus mengesahkan Munas Bali berdasarkan permohonan, bukan berdasarkan keputusan MA,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Bali, Nurdin Halid, ketika dihubungi Tempo, Senin, 4 Januari 2016.
Kenapa Menteri Hukum dan HAM harus memproses pendaftaran kepengurusan yang diserahkan oleh Munas Bali? Menurut Nurdin, permohonan kubu Munas Bali yang sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. "Itu memang sudah tidak lagi berhubungan dengan keputusan MA," katanya. Surat pendaftaran kepengurusan hasil Munas Bali itu akan dikirimkan ke Kementerian Hukum dan HAM. "Nanti akan kami surati sesudah liburan, kami daftar ulang lagi," dia menjelaskan.
Nurdin tak setuju dengan permintaan Yasonna bahwa kedua kubu Partai Golkar untuk menyelesaikan perbedaan pendapat sebelum diterbitkannya SK. "Kan udah enggak ada lagi dualisme dengan dicabutnya SK itu. Sikap Menkumham seharusnya sudah berubah. Kalau dulu benar, karena dualisme. Tapi per 30 Desember, sudah tidak ada lagi dualisme," tutur Nurdin.
Pada 30 Desember 2015, Menteri Yasonna mencabut surat keputusannya atas kepengurusan Partai Golkar berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung. Surat kepengurusan Partai Golkar yang dibatalkan itu merupakan pengurus hasil Munas Ancol yang digelar kubu Agung Laksono.
Keputusan ini membuat belum ada kepengurusan Partai Golkar yang diakui pemerintah. Padahal kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau 2009, yang atas kesepakatan internal diperpanjang selama satu tahun, telah habis masa kerjanya pada 2015.
Konflik Partai Golkar muncul sejak kepengurusan Aburizal Bakrie dianggap gagal mengusung calon presiden maupun calon wakil presiden pada Pemilu 2014. Perpecahan ini membuat kedua kubu masing-masing menggelar munas. Kubu Aburizal menggelar munas di Bali. Adapun kubu Agung Laksono menggelar munas di Ancol.
Atas sengkarut ini, Mahkamah Partai Golkar memutuskan, di antaranya menerima kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono dengan mengakomodasi kader-kader Partai Golkar hasil Munas Bali. Kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol menginginkan munas bersama kubu Aburizal Bakrie pada Januari ini.