Kasus Papa Minta Saham, MKD Panggil Lagi Riza Chalid  

Reporter

Editor

Pruwanto

Senin, 14 Desember 2015 07:20 WIB

Seorang peserta aksi dari Forum Seniman Jakarta (Formanja) membawa poster ilustrasi Setya Novanto dan Riza Chalid dalam unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, 11 Desember 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan telah mengundang pengusaha minyak, Riza Chalid, untuk dimintai penjelasan ihwal dugaan pelanggaran etik oleh Ketua DPR Setya Novanto. Ini merupakan panggilan kedua bagi Riza. Surat panggilan dikirimkan ke semua alamat rumahnya di dalam negeri.

Surat itu meminta pengusaha minyak tersebut menghadiri persidangan di Mahkamah sebagai saksi. Jika mangkir lagi, MKD akan bekerja sama dengan penegak hukum untuk menjemput paksa Riza, yang kabarnya sudah pergi ke luar negeri. "Semua sudah ada aturannya," kata anggota MKD, Marsiaman Saragih, saat dihubungi, Ahad, 13 Desember 2015.

Setya Novanto diduga melanggar etik dalam proses renegosiasi kontrak perusahaan tambang, PT Freeport Indonesia. Bukti dugaan pelanggaran ini adalah rekaman pembicaraan antara Setya, Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin, dan Riza Chalid. Hari ini, Mahkamah juga akan memintai keterangan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.

Selain diusut MKD, kasus ini ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan hendak mengusut dugaan pemufakatan jahat berdasarkan isi rekaman pembicaraan dalam pertemuan antara Setya, Maroef, dan Riza. (Baca: Papa Minta Saham: Kejaksaan Bakal Cecar Staf Setya Novanto)

Marsiaman menganggap pelanggaran etik oleh Setya masuk ke dalam kategori ringan. "Itu sanksi bagi anggota parlemen yang bertemu pejabat atau pihak perusahaan yang tak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsinya," ucapnya.

Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, kesalahan lain Setya adalah membawa serta orang yang tak berkepentingan dalam pertemuan tersebut, yaitu Riza Chalid. "Buat apa pengusaha ikut hadir?" ujar Marsiaman.

Namun, tutur dia, Mahkamah belum bisa langsung mengetok keputusan dengan dalih bukti dan keterangan perkara masih kurang. Sanksi bagi Setya bergantung pada isi kesaksian Riza sebagai orang ketiga yang hadir dalam pertemuan.

MKD sejauh ini sudah mengantongi keterangan Maroef soal tiga pertemuannya dengan Setya. Pertemuan pertama terjadi saat Maroef sowan ke Setya sebagai Ketua DPR terpilih setelah dilantik menjadi bos Freeport Indonesia. Pertemuan kedua dan ketiga terjadi di Hotel Ritz-Carlton.

Dalam pemeriksaan, Setya hanya mengakui pertemuan pertama dan membantah pertemuan kedua serta ketiga. "Kalau Riza mengakui pertemuan kedua dan ketiga, dasar putusan sudah kuat," kata Marsiaman. "Dua dari tiga orang yang hadir mengakui. Saat ini posisinya sama kuat, Maroef mengakui tapi Setya membantah."

Marsiaman tak menutup kemungkinan Setya dikenai sanksi sedang. Alasannya, Setya pernah mendapat sanksi ringan dari MKD dalam kasus menghadiri kampanye calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump."Sanksinya akan akumulasi, mungkin jadi sedang," tutur Marsiaman.

FRANSISCO ROSARIANS




Berita terkait

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

9 jam lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Freeport: dari Kasus Papa Minta Saham sampai Pujian Bahlil pada Jokowi

15 jam lalu

Freeport: dari Kasus Papa Minta Saham sampai Pujian Bahlil pada Jokowi

Saham Freeport akhirnya 61 persen dikuasai Indonesia, berikut kronologi dari jatuh ke Bakrie sampai skandal Papa Minta Saham Setya Novanto.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

1 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

2 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

2 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

2 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

2 hari lalu

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

Kabar PKS gabung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran membuat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah keluarkan pernyataan pedas.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

3 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

4 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

4 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya