Takut Dianggap Kampanye Lesbian, UGM Ganti Poster Teater
Editor
Sugiharto
Minggu, 13 Desember 2015 12:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Najib Azca mengakui pihaknya yang mengusulkan mengganti poster Teater Gadjah Mada berjudul Masih Ada Cinta D(ar)i Kampus Biru.
Menurut dia, penggantian poster itu untuk menghindari anggapan orang yang bisa berpikiran bahwa UGM mengkampanyekan lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sejatinya, UGM tidak melarang hak seseorang untuk LGBT. "Itu hak mereka, kami enggak pernah menghakimi lesbian," kata Najib Azca saat dihubungi siang ini, Ahad, 13 Desember 2015.
Najib menerangkan, alasan kedua permintaan penggantian adalah poster bergambar dua wanita yang berpelukan itu bisa menimbulkan sisi kontroversi yang lebih banyak. Tapi, poster itu sudah keburu beredar luas di masyarakat termasuk lewat media sosial.
Teater Gadjah Mada lantas mengklarifikasinya. “Sehubungan dengan beredarnya poster tidak resmi pementasan 'Masih Ada Cinta D(ar)i Kamus Biru' yang akan kami selenggarakan pada Sabtu, 12 Desember 2015, di Selasar barat Fisipol UGM di media sosial (Facebook, dll), Kami selaku panitia dari pihak Teater Gadjah mada (TGM) meminta maaf kepada pihak yang merasa tersinggung maupun kontra dengan poster yang beredar tersebut,” seperti yang dikutip dari pernyataan tertulis Teater Gadjah Mada yang diterima Tempo hari ini, 13 Desember 2015
Menurut penyelenggara pementasan teater, dalam pementasan teater dari Fisipol UGM itu tidak menampilkan kisah berbau kontroversi gender. Yang mereka lakukan hanya mengganti pemeran Anton, yang pada masa film Cinta di Kampus Biru besutan Ashadi Siregar itu diperankan Roy Marten, menjadi diperankan oleh wanita dengan karakter laki-laki.
Teater Gadjah Mada menjelaskan, pentas tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan isu LGBT seperti yang dikhawatirkan panitia dies natalis Fisipol UGM ke-60. Persoalan muncul ketika poster teater bergambar dua perempuan yang akan berciuman dengan latar belakang Balairung UGM menyebar di media sosial.
"Kami tidak berniat untuk membawa isu LGBT di dalam pertunjukan. Kami hanya menggunakan aktor perempuan untuk memerankan tokoh Anton yang dalam cerita tersebut merupakan laki-laki. Nama dan karakternya pun tetap Anton,” begitu penjelasan Teater Gadjah Mada yang tak disertai nama penanggung jawabnya.
Meski sempat menimbulkan kontroversi, menurut Najib, pementasan itu tetap berlangsung meski dalam format yang berbeda. "Pementasan yang dikemas sebagai protes terhadap pembatalan itu dikemas menarik sebagai happening art," katanya. Bertempat di Selasar Barat Fisipol UGM, banyak penonton yang antusias menyaksikan aksi teater itu.
Dalam penjelasannya di Facebook, tim produksi pementasan ini menjelaskan bahwa mereka memutuskan menggelar pementasan lain berjudul 'Bongkaran Panggung Cintaku di Kampus Biru'.
Menurut rilis tersebut, pementasan diawali dengan penjelasan sutradara Irfanudden Ghozali, tentang jalan cerita yang telah direncanakan. Pementasan lalu dilanjutkan dengan satu adegan ketika tokoh 'Anton' menghadap tokoh 'Bu Yusnita' di ruangannya, menuntut ujian lisan supaya nilainya keluar. Setelah itu, seluruh aktor berjalan seperti model di atas catwalk sembari meneriakkan potongan-potongan dialog berdasarkan novel Cintaku di Kampus Biru. Pementasan lalu diakhiri dengan prosesi membongkar panggung bersama-sama dengan penonton yang hadir.
DESTRIANITA K.
CATATAN REDAKSI: Ada perubahan dari naskah awal berita ini pada Senin 14 Desember 2015 dengan memperbaiki akurasi kutipan dari Najib Azca dan tambahan penjelasan dari tim produksi pementasan TGM. Terimakasih.